Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Kau dan Jendela Bus Pagi Ini

Diperbarui: 24 Juni 2015   19:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bus pagi ini berjalan tenang. Awan di atas sana yang kuintip lewat jendela bus itu juga berjalan seolah baru bangun tidur. Sedangkan mataku, dari semalam justru belum sekejap jua mengatup. Ya, hanya berkedip-kedip saja, mirip lilin yang nyaris padam.Tapi, rinduku masih nyala sayang.

Aku menjaga tungku yang berisi kayu bakar yang kita kumpulkan dari hutan yang berbeda.

Tungku itu memang kadang-kadang seperti tak berapi. Kadang-kadang juga hanya berisikan asap yang memerihkan mata. Tetapi, aku tak pernah tertarik menjauh dari sana.

Dari jendela bus yang kunaiki pagi ini, aku bisa merasakan betapa dingin udara di luar sana. Andai tungku di dadaku ini padam, mungkin aku akan gemetar dengan dingin yang menusuk begini. Maka, ke mana saja kakiku terayun, sejenak pun tak kubiarkan ia memadam. Kuyakin, kau percaya itu.

Embun yang menempel di jendela itu, membawa sejuk yang beda. Sejuknya itu tak membuatku ketakutan akan membuatku beku lalu mati kaku. Justru, embun ini seperti senyummu.
Bening.
Lembut.

Bedanya, embun-embun di jendela bus ini pasti akan menguap hilang entah ke mana nanti saat matahari sudah mulai terik. Sedang senyummu, aku tak tahu bagaimana itu terjadi, masih tetap tersungging lebar bahkan ketika aku berjalan di kawah matahari itu sendiri.

Di bawah matahari itu, kau tak pernah di sisiku memang, tapi di dalamnya. (FOLLOW: @zoelfick)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline