[caption id="attachment_229154" align="aligncenter" width="540" caption="Gbr: Merdeka"][/caption]
Beberapa jam lalu, saya sempat melayangkan email ke salah satu tokoh penting Malaysia, Datuk Anwar Ibrahim. Pertimbangan saya, karena beliau satu-satunya tokoh negeri jiran tersebut yang getol diskusi dengan saya secara pribadi via surat elektronik. Alasan saya juga, isu Zainuddin dan Habibie sedang menghangat. Meskipun memuat topik ini di koran saya jelas tak memungkinkan---koran olahraga. Namun, saya berpikir, pasti akan jauh bermanfaat karena kasus itu juga berkait langsung juga dengan Datuk Anwar.
Dalam hitungan detik, email saya mendapatkan balasan dari pucuk pimpinan Partai Pakatan Rakyat tersebut. Dari sana, Datuk Anwar menyarankan untuk mengikuti isi Twitter beliau karena memang di sana terdapat beberapa pendapatnya terkait isu anyar: penghinaan bekas Menteri Penerangan Malaysia terhadap B.J Habibie yang notabene eks Presiden Indonesia.
Tak lama, saya mengikuti petunjuk Anwar Ibrahim. Saya coba perhatikan isi twit tokoh Malaysia yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri Malaysia ini. Di beberapa twit pendek yang lebih banyak sebagai responnya, Anwar memperlihatkan dirinya sebagai pengagum Habibie. Setidaknya, terlihat dari pernyataan twitnya, "(Habibie, tak hanya putra terbaik Indonesia) tetapi juga seantero Melayu."*
Sebaliknya, berkait dengan sosok yang sedang disorot akhir-akhir ini, Zainuddin bin Maidin, eks Menteri Penerangan yang berlatar belakang jurnalis itu merupakan pengagum Soekarno dan Soeharto. Terkait sosok ini, Anwar menyebut Zainudin sebagai sosok yang memiliki pikiran yang sempit. Anwar menyebut dengan bahasanya, "Minda Maidin telah lama terpenjara!"
Dari beberapa sumber saya mencoba melihat, siapa sebenarnya Zainuddin tersebut? Ia merupakan anggota partai penguasa di Malaysia, United Malays National Organization (UMNO). Ia terlahir pada 29 Juni 1939 dan berdarah campuran Melayu dan India. Mengawali karirnya sebagai jurnalis di Utusan Malaysia dari 1951 sampai dengan 1982.** Sampai kemudian ia menjadi anggota senat, di Malaysia disebut dengan Dewan Negara pada 1998, saat berusia 59 tahun.
Di negeri tetangga tersebut, Zainuddin adalah tokoh kenamaan dengan gelar bergengsi untuk ukuran negara setempat. Pada 1996, ia dikukuhkan sebagai tokoh yang berhak atas gelar "Datuk" lewat penghargaan Pingat Jasa Negara. Lantas, 10 tahun kemudian, pada 2006 ia mendapatkan gelar lebih tinggi, Datuk Seri lewat penghargaan Derjah Gemilang Seri Malaka.
Kemudian, tiga tahun lalu pada 2009, ia dikukuhkan dengan gelar yang jauh lebih tinggi, Tan Sri, dengan penghargaan Panglima Setia Mahkota. Dengan sederet gelar tersebut---ia juga mendapatkan enam gelar penting lainnya--menegaskan, bahwa Zainuddin merupakan figur penting di negara penganut Federal Demokrasi Parlementer tersebut.
Sumber masalah
Gonjang-ganjing timbul beriringan dengan tulisan Zainuddin yang bertajuk: "Persamaan BJ Habibie dengan Anwar Ibrahim". Tulisan tersebut bertempat di tajuk rencana harian Utusan Malaysia yang terbit pada tanggal 10 Desember 2012. Di sana, ia menulis bahwa Habibie merupakan presiden paling singkat yang menjabat. Menurutnya, Habibie tersingkir karena ia adalah pengkhianat negara.
Tulisan itu lahir, selidik punya selidik, setelah mantan presiden Indonesia usai Soeharto lengser ini diundang Anwar Ibrahim. Jamak diketahui, sosok Anwar merupakan rival berat Partai UMNO. Habibie yang pernah menjabat Menteri Riset dan Teknologi di era Orde Baru itu diundang untuk berbicara di Universiti Selangor.