Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Cerita Lajang di Kedai Kopi

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Diapit sebuah meja. Menduduki sekian bangku. Di warung kopi. Persis ketika beberapa jenak menjelang pagi. Kita menjadi lajang-lajang yang seperti bicara satu sama lain. Sedang sejatinya kita sedang bercakap-cakap dengan waktu.

Waktu telengas. Beringas. Terkadang seperti pemerkosa. Mengagahi usia. Ia pula yang sudah membuat kita tertawa nyaring ketika itu. Kita dengan sukses menertawakan diri sendiri.

"Aku memiliki bayangan tersendiri terkait dengan bakal jodoh yang akan kujadikan pendamping hidup." Kata salah satu dari kalian ketika itu.

"Aku sudah tidak punya bayangan apa-apa. Cuma seorang gadis cerdas saja. Tetapi, ia nantinya bersedia ikut pulang ke kampung denganku. Bermain lumpur di beberapa petak sawah belakang rumahku." Tukas yang lainnya. Juga salah satu dari kita.

Terpingkal-pingkal saat kita saling tunjuk dan teriak,"Bujang lapuk!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline