Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Catatan Dari Warung Kopi

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Terkadang hidup bisa jadi sepekat kopi yang kita reguk. Tetapi pekat itu hilang saat tangan sudah kita gerakkan. Meraih gelas. Sodorkan ujung gelas. Mereguknya.

Pekat itu di luar kita. Ambil saja seperti pernah kita mengambil gelas-gelas kopi. Masukkan ke dalam. Tidak akan pernah menyulap warna hati ikut menghitam. Tidak akan mengubah tulang ikut menghitam.

Reguk dulu kopi-kopi di hadapan kita, kawan. Kosongkan gelas itu untuk bisa lekas dicuci kembali. Menghilangkan hitamnya warna kopi di gelas itu, pastinya tidak dengan mengambil gelas dan melemparkannya ke lantai. Menjadi pecahan-pecahan, melukai kaki yang harusnya dipergunakan untuk berjalan. Tidak, bukan itu. Letakkan tangan kita di gelas. Tuntaskan kopi dengan pekatnya. Biar saja masuk ke tenggorokan tanpa lampu. Nanti, ia akan pulang ke sungai bening. Setelah dibuang oleh pencernaan. Jaga kesehatan pencernaan, Nak.

Reguklah kopi yang sudah di depan.
####
Di Bandar Kupi, 270311

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline