Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Lelaki Kecil dan Kail

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Untuk seekor burung bisa terbang. Ia hanya butuh dua sayap saja. Begitu kata Bapak.

Itu yang melintas di kepala kecil lelaki kecil. Saat ia sedang ketuk-ketukkan bambu sebesar kelingking. Setelah ia gagal merayu seekor gabus saja. Kiranya, cukuplah bisa ia tunjukkan dengan bangga pada ibunya. Bahwa ia cukup bisa membuat seekor gabus menyerahkan diri di ujung kailnya.

Sayangnya, mata kailnya tidak cukup menarik perhatian seekor anak ikan pun.

Sesuatu yang luput tidak harus menjadi pembenar untuk sebuah rutukan. Itu pula yang menjadi pilihan lelaki kecil yang nanar menatap riak air yang tidak terlalu terlihat lagi. Sebab matahari sudah mulai merangkak pulang.

Keras kepala, terkadang memang bukan sebuah sikap yang disukai orang orang-orang. Dan itu pula yang membuat langkah bocah itu terayun ke deretan bambu.

Sebuah persediaan obor yang sudah ia siapkan. Lumayan membantu untuk matanya bisa bedakan batang bambu dengan pangkalnya. Parang yang juga tidak besar. Sudah terayun di pangkal bambu itu. Di sana terdapat rebung. Setidaknya ini bisa digulai dengan sedikit kelapa yang masih ada sisa tadi pagi.

Tidak ada bahan kuliah didapatkan bocah itu, yang menjelaskan bahwa hidup tidak selalu harus berjalan sesempurna lamunan. Syukurnya, pilihan untuk tidak ratapi ikan-ikan yang seharian enggan bersahabat dengan mata kailnya lebih melapangkan dadanya. Melebihi ukuran langit malam itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline