Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Menelusuri Dada Laila

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bukan lekuk tubuh karena ia hanya penutup tulang rapuh. Tidak juga tentang tempat [caption id="attachment_136674" align="alignright" width="234" caption="Laila. Tubuhmu rapuh, angkuhmu teguh"][/caption] berteduh karena perjalanan tidak izinkan keluh jenuh.

***

Hasan malam itu harus pulang tengah malam. Tadi siang rupanya ia kecelakaan. Ganja yang bukan narkotika, tetapi sebutan Aceh untuk dongkrak mobil yang hampir remukkan kakinya membuat ia harus dibawa lari ke Ulee Jalan, 60 Kilometer dari lokasi kerjanya di Alue Bilie dan Seunagan. Kebetulan gampoeng yang dituju itu tinggal Tabib Wen. Dukun patah yang sudah sangat dikenal di Nagan Raya. Lelaki tua yang memiliki cara unik untuk obati masyarakat yang terkena musibah patah tulang. Cara yang dipakai kadangkala hanya dengan mendudukkan pasiennya di tempat yang berjauhan dengannya. Sedang ia hanya memegang dan mengelus oen sikee (daun pandan), tetapi akibat dari elusannya di oen sikee malah membuat pasien bergerak meronta sendiri seiring dengan cepat lambatnya elusan yang dilakukan tabib ini. Pun, sering juga kalau ada pasien yang patah kaki. Jika harus dirawat inap, setelah beberapa hari proses pengobatan, pasien akan diminta untuk berlari-lari di lumpur sawah. Meskipun dengan perasaan ngeri, biasanya pasien tetap saja akan lalukannya. Bagaimana tidak, dalam perawatan tabib ini jelas tidak dikenal rontgent dan sejenisnya untuk bisa melihat ke dalam. Tidak ada kepastian seperti apa tulang-tulang yang ada di dalam, tetapi harus dilakukan atau ia akan hentikan pengobatan. Pasien yang takut biasanya memang tidak akan pernah sembuh. Karena tabib ini memiliki pantangan untuk dibantah. Juga beberapa pasien, akan disuruh untuk memanjat bak limeng (pohon belimbing) setinggi 6 Meter di belakang rumah. Perintah yang juga tak kalah mengundang rasa ngeri. Apakah itu caranya untuk satukan kembali tulang yang patah? Wallahu a'lam. Sebab meskipun peramah, ia tegas dan tidak banyak bicara. Ke sana pula Hasan di bawa. Sampai ia harus pulang sampai larut malam. Dengan kondisi demikian, pasti ia tidak akan tahu apa saja yang sudah terjadi di rumahnya. Seperti ia juga tidak tahu buah hatinya baru keluar dari neraka siksa ibu kandungnya.

***

Kenapa seorang perempuan menjadi beringas, menjadi telengas? Tidak sekedar persoalan nasib. Dan itu dituturkan perjalanan perempuan yang perlahan sudah memiliki tubuh kian berisi, berlemak dengan sorot mata yang terkadang terkesan ganas. Perjalanan harinya adalah perjalanan caci maki, terkadang sasarannya adalah anak sendiri yang kata orang sebagai buah hati. Apakah kedua anaknya benar-benar memiliki tempat di hati, pada seorang ibu yang memang tidak terlahir sebagai peri? Tunggu, Laila masih dengan segenap catatan caci maki yang ditulis kedua anaknya di hati. Walaupun mereka mencatatnya dengan segenap rasa ngeri. Ramat sudah menjadi siswa kelas III SD, dan Jannah masih belum genap 5 tahun. Ramat masih berlangganan kalimat yang sama sekali bukan kalimat bijak berisi petuah. Justru dari lidah ibunya sendiri ia kerap disebut sebagai rameujadah atawa haram jadah. Sedangkan Jannah yang sama sekali tidak bisa membaca aksara apa-apa, harus membaca dengan mata kebingungan saat ibunya menyebut perempuan kecil ini dengan kata-kata seperti "lonte" sampai "aneuek kaphee" tetapi hati bersih seorang bocah tetap bisa menangkap makna itu semua bersama bening hatinya. Jannah kecil harus menerima semua perlakuan itu. Jelas saja, karena ia tidak bisa mengganti ibu karena toh jelas cuma wanita bernama Laila itu yang sudah bersusah payah melahirkannya. Hayalan kecil Jannah kerap berisi lamunan, andai saja ia memiliki ibu yang penuh dengan cinta, tentu ia tidak perlu terus menerus bersimbah air mata. Kalau saja ia memiliki ibu yang tidak hanya mengukur dan mencintai keluarga hanya dari harta mungkin ia tidak perlu merasakan luka. Luka di hati yang seharusnya sedang menikmati indahnya kesempatan untuk bermanja yang kelak memang harus ditanggalkan oleh pengaruh usia.

***

"Kesini cepat." Ujar Laila memanggil Jannah yang sedang bermain dengan boneka-bonekaan yang ia

[caption id="attachment_136684" align="alignright" width="263" caption="Andai cinta tak kenal mati. Tetapi keabadian dalam hal apapun tetap milik Tuhan. "][/caption]

buat dari bantal guling kecil yang tidak bersarung dengan warna yang agak menghitam. Mungkin bocah ini sedang asyik dengan mainannya disertai lamunan seorang gadis kecil yang mungkin sedang membayangkan punya anak, sampai suara ibunya tidak terdengar.

"Rameujadah, kesini cepat!" Teriak Laila dengan suara yang lebih keras. Suara yang membuat lamunan anaknya menjadi buyar. Dengan wajah takut, ia bergerak ke arah ibunya.

Di tangan Laila, sebuah sisir kecil dari bambu yang sering dikenal di Aceh dengan nama sugoet trieng sudah disiapkan untuk mencari kutu di kepala anaknya. Sedang di sampingnya terlihat sebuah piring kecil, cupee, yang berisi minyak kelapa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline