Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Pada Pernikahan Ketiga

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_115873" align="alignleft" width="199" caption="Ilustrasi-Cukup menikah sekali saja. Jika ada niat menambah, jangan katakan siapa-siapa/Admin (shutterstock)"][/caption] Teringat saat itu, seorang teman menikah untuk ketiga kalinya. Kebetulan yang menjadi penghulu seorang ustadz yang memang dikenal tegas dalam keagamaannya. Sebelum acara ijab qabul dimulai, penghulu langsung menanyakan ke semua yang berhadir,"siapa yang jadi saksi? Harus yang tadi ada shalat shubuh." Tak dinyana, salah seorang peserta acara yang sudah berusia sekitar 70 tahun dan saya sendiri yang terpilih menjadi saksi. Jujur, saya tercekat. Lha, saya sendiri belum pernah menikah, ini malah diminta menjadi saksi atas pernikahan teman, yang ketiga lagi. Juga, memang tidak pernah sebelumnya diminta untuk memegang peranan sebagai saksi. Dalam kekalutan saya tersebut. Sambil mengingat-ingat ilmu agama yang pernah saya pelajari dari ibtidaiyah sampai kuliah terkait dengan hukum-hukum yang berhubungan dengan pernikahan, permintaan menjadi saksi pernikahan, saya terima. Tapi, alhamdulillah. Meski tetap kalut, namun semua proses berjalan dengan baik. Sayang sekali, penghulu yang terkenal tegas itu sempat mencandaiku,"Sudah menikah?" Dengan polos saja saya menjawab,"Belum Pak Ustadz." "Usia kamu sekarang berapa...?" " Sedang bergerak menuju kepala tiga, Pak." "Aduh, jangan lama-lama lagi. Semoga, dengan kesediaan kamu menjadi saksi pernikahan ini memberimu motivasi untuk juga bisa cepat-cepat menikah." Ujarnya dengan terkekeh. Saya hanya menanggapi dengan senyum simpul. Sampai selesai acara pernikahan tersebut. Setelah penghulu berpamitan. Peserta yang berhadir di situ, umumnya memang para orang tua, justru menjadikan saya sebagai bahan obrolan. Bukan karena saya sudah menyelamatkan muka mereka, tetapi karena ternyata yang menjadi saksi nikah cuma mengenal pernikahan lewat buku-buku agama dan melihat orang-orang menikah. Terasa sangat tidak nyaman juga dijadikan sebagai bahan obrolan demikian. Tapi, coba juga untuk tenangkan pikiran dan hati. Sudah resiko bergaul dengan orang-orang yang jauh lebih tua. Meski, dalam hati waktu itu sempat terbetik,"sebaiknya untuk menerima sebuah tawaran serius, sedikitnya harus memiliki pengalaman sendiri. Menjadi saksi untuk pernikahan ketiga, minimal harus sudah pernah menikah dua kali." Ups (ZA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline