Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Satu Hari di IPDN Jatinangor: Rokok dan Buku

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_103904" align="alignleft" width="250" caption="Semoga benar-benar menjadi pemimpin terbaik untuk negeri ini ke depan (Gbr: Google)"][/caption] "Kalau mau main-main untuk lebih mengenal Bandung, besok ada seminar di IPDN, silahkan saja kalau mau ikut." Demikian tawar Abdul Raup, figur muda yang memimpin lembaga penerbitan, MQS Publishing Bandung. Teman-teman yang menjadi panitia juga menganjurkan seperti itu, tentu saya sontak menerima saja ajakan itu.  Maka tadi pagi sekira jam 7.30 kami (bersama Yudi juga  Diana) merambah jalanan Bandung menuju arah Jatinangor, tempat sebuah kampus yang dulu dikenal dengan nama STPDN. Tiba di sana, persis saat praja di kampus tersebut baru saja menyelesaikan apel. Dua mahasiswa magang di MQS Publishing, Nonoi dan Fajar sudah lebih dulu tiba di lokasi.

***

Melihat kampus ini, sontak saya merasa kagum luar biasa dengan keindahannya. Taman-taman di sana tertata rapi. Jalan dalam kampus juga sangat baik. Tanaman hijau terlihat di sekelilingnya. Citra positif kampus ini yang saya dapat hari ini adalah mereka sangat peduli dengan kebersihan. Terbukti bisa dikatakan tidak ada sepotong sampah pun terketemukan sepanjang jalanan di tempat mendidik calon abdi negara ini. Saat di dalam ruang Balairung Jenderal Rudini sedang berlangsung seminar bertema: Super Leader yang menghadirkan pembicara Abdurrahman Yuri, figur penulis buku B3P: Berhati, Berpikir dan Bertindak Positif, yang merupakan adik kandung dai kondang Abdullah Gynastiar. Juga Ferdhy Ferdyan yang merupakan motivator nasional, penulis buku Boost Your Potentials. Saya sebagai anak desa yang baru turun ke kota (ini sama sekali bukan canda karena membandingkan dengan daerah saya, Aceh, maka kampung saya layak disebut desa). Maka saya memilih untuk mengitari sekeliling kampus itu, tidak semuanya tetapi yang dekat dengan Balairung Rudini saja sampai ke mesjid. Melihat mesjid, yang saya perhatikan saat melakukan shalat zuhur dan ashar, memang mesjid ini juga begitu bersih. Sampai ke urinoire, sangat bersih. Ini menjadi sebuah nilai plus dari lembaga pendidikan yang sempat tercoreng namanya dalam kasus kekerasan beberapa tahun lalu. Namun tak lama, entah kekuatan apa, saya mengarahkan langkah kaki ke sisi belakang Gedung Rudini, mencoba masuk ke ruang toilet yang terlihat asing. Menyimak posisi toilet itu begitu terasing, timbul kecurigaan dan firasat macam-macam di pikiran (mungkin karena memang saya sering berpikir buruk, entahlah). Dan tepat! Kecurigaan saya terbukti, saya perhatikan puntung rokok berserakan di lantai dan urinoire toilet ini. Di sini saya merasa sedikit kecut melihat, sebab tadi saat shalat saya membaca: Praja IPDN bebas rokok, bebas kekerasan, bebas tindak asusila. Atau mungkin, karena tertulis "bebas rokok" maka mereka bebas untuk menghisapnya, meski sedikit lebih santun karena merokok dalam toilet. Ah, bisa jadi bukan mereka yang merokok ya, tamu-tamu yang datang seperti saya barangkali. Tamu itu merasa sungkan merokok di tempat yang tidak ada ruang khusus merokok, terus sambil buang air kecil memanfaatkan kesempatan untuk merokok di sana. Tapi, terdapat ganjalan juga, memang ada tamu yang rela berlama-lama menghabiskan rokok berbatang-batang di toilet. Karena jelas, puntung rokok yang saya temukan di sana benar-benar berserakan, tidak hanya satu dua saja.

***

Tidak perlu terlalu membesarkan itu, sebab sejauh yang saya pantau, bagaimanapun kampus ini terlihat sudah mulai benar-benar berbenah. Relasi antara senior junior di sana, saya perhatikan lumayan hangat satu dengan yang lainnya. Kemudian lagi, ketika ikut nimbrung di bazar buku di halaman gedung tempat seminar itu, animo praja kampus ini untuk membeli buku lumayan tinggi. Terbukti, saat saya berkesempatan melayani pembelian buku, nyaris blingsatan saya melayani para tunas bangsa itu. Ini jelas memperlihatkan spirit mereka untuk benar-benar tumbuh sebagai pemimpin handal untuk negeri ini terlihat sekali. Di samping, seminar leadership yang diadakan MQS Publishing Bandung itu diikuti sekitar 400 praja. Sebuah indikator cukup tegas betapa mereka begitu bersemangat memupuk diri, semoga ke depan  mereka benar-benar menjadi pemimpin yang tahu kewajibannya sebagai pemimpin, karena mereka bersedia membuka diri terus untuk menerima dan menambah wawasan. Bukankah, pemimpin yang baik juga merupakan pembaca yang baik? Gegerkalong, 27 Maret 2010 Also Published in: Tukang Parkir




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline