Lihat ke Halaman Asli

Zulfikar Akbar

TERVERIFIKASI

Praktisi Media

Jokowi Diancam Dibunuh: Fakta atau Bagian Propaganda?

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1395629877270146959

[caption id="attachment_328121" align="aligncenter" width="558" caption="Jadi sebenarnya bagaimana, gub? (Gbr: Ask.com)"][/caption]

Seorang intelijen independen mengatakan, Joko Widodo diancam akan dibunuh. Atau, paling tidak dia akan dibuat cacat agar ia tidak menjadi salah satu kontestan calon presiden Indonesia pada 2014. Itulah kesimpulan dari berita yang dikabarkan Tribunnews.

Kabar tersebut bersumber dari Heru B Arifin, yang notabene seorang petinggi salah satu partai yang gagal lolos verifikasi Pemilu 2014. Dia yang menyatakan bahwa dirinya menerima bocoran dari intelijen kenalannya itu. Satu kabar yang sedikit membuat saya tercenung: apakah ini hanya sekadar propaganda untuk mendongkrak elektabilitas Jokowi? Apakah ini bagian dari skenario untuk menggentarkan pihak pendukung Jokowi? Atau pihak pertama yang mengembuskan berita ini memiliki kepentingan lain di luar urusan capres-capresan?

Semua mungkin, seperti halnya itu semua tak pasti. Kepastian ada jika memang itu sudah terjadi. Selama itu belum terjadi, ia tetap saja hanya berada di ruang kemungkinan. Dan, kemungkinan tak pernah punya dinding.

Kecurigaan saya, itu hanya kabar yang dibesar-besarkan saja. Alasannya sederhana--karena saya benar-benar hanya bisa melihatnya dari kacamata sederhana saja--jika itu benar, maka perencana pembunuhan terhadap Jokowi itu takkan secara polos membuka, atau membiarkan ada celah untuk rencananya itu diketahui orang lain.

Jika Jokowi menjadi sasaran pembunuhan, tentu ada tujuan besar yang diinginkan oleh pihak tertentu yang memiliki ambisi besar. Logisnya, dengan ambisi yang besar itu, tidak mungkin mereka membuat perencanaan yang lebih buruk dari pelajar yang ingin tawuran. Toh, para pelajar tawuran saja kerap tak terendus oleh guru-guru mereka yang saban hari bersama mereka. Apatah lagi, ini sebuah "big mission", rasanya sangat tidak masuk akal jika mereka seteledor itu.

Tujuan dari berembusnya kabar itu? Popularitas! Baik untuk popularitas Jokowi sendiri, atau mungkin pihak yang mengembuskan kabar tersebut.

Tapi toh Jokowi sudah populer? Iya, tapi popularitas 'kan butuh untuk dijaga? Popularitas kan memiliki grafik tersendiri? Grafik itu bisa saja naik, dan bisa saja turun. Jangan lupa, ini jelang Pemilu, maka menjaga popularitas adalah menjaga "kuda-kuda" agar tidak dijungkalkan oleh seribu tendangan lawan.

Itu yang juga berkelebat di pikiran saya. Harus saya akui, sedikit beraroma tendensius terhadap Jokowi. Tapi, itu terpikir di otak saya pagi ini hanya karena berpandangan bahwa Jokowi bukanlah "single fighter". Ada banyak pihak yang bertarung mendongkrak jalannya menuju RI-1.

Lazimnya politik, serupiah saja dikeluarkan, maka itu dinilai akan menjadi benih emas, yang kelak akan memberikan pohon emas dan bisa memetik emas ketika tujuan politik tercapai. Satu aksi yang dilakukan, maka aksi itu diimpikan akan berbuah medali emas. Toh, politik bukan wilayah amal atau sekadar aksi sosial, seseorang yang melakukan sesuatu kegiatan tidak mengkalkulasi untung ruginya, bukan?

Hanya, terlepas apa saja tendensi di balik kabar-kabar seperti itu, rasanya tidak elok jika Pemilu justru diciptakan begitu rupa selayaknya jelang perang saja. Sebab, isu-isu begitu hanya akan menyita perhatian tetangga saya, tetangga Anda, dan kita semua. Mau tak mau, suka tak suka, kita dibuat terseret kepada kegelisahan terlepas apa pun bentuknya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline