[caption id="attachment_365301" align="aligncenter" width="624" caption="Gbr: KOMPAS.com"][/caption]
Nyaris tak ada yang tidak mengenal Front Pembela Islam (FPI). Mengusung nama Islam, organisasi yang mengandalkan kekuatan massa ini, kerap menjadi bahan berita sekaligus cerita. Tak jarang, ormas tersebut mengundang kontroversi. Belakangan, FPI kembali mencuat setelah perseteruan mereka dengan Basuki Tjahaja Purnama, lantaran menolak sosok pemilik sapaan Ahok ini memimpin DKI Jakarta. Sehingga memunculkan pertanyaan publik, apakah aksi FPI kali ini benar-benar karena alasan agama?
Menoleh ke belakang, FPI bisa dikatakan sebagai organisasi yang lahir nyaris bersamaan dengan kelahiran reformasi. Pasalnya organisasi itu sendiri didirikan pada 17 Agustus 1998, hanya beberapa bulan setelah keruntuhan Orde Baru yang ditandai dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari kursi presiden Indonesia. Tapi kehadiran ormas ini terang saja bukan berangkat dari misi reformasi, melainkan cenderung menampilkan citra sebagai organisasi berbasis massa agama.
Tak pelak, saat FPI bergerak dengan motif yang beraroma politik, mengundang banyak tanda tanya. Paling tidak jika menyimak berbagai pemberitaan di media. Apakah benar mereka sedang melakukan misi sebagai organisasi Islam, atau mereka sedang dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang lebih berkepentingan jika Ahok berhasil dijegal menjadi penguasa di Jakarta. Hal ini memang masih tanda tanya.
Ahok pun bereaksi karena menilai bahwa organisasi itu sedang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu. Maka itu eks bupati Belitung Timur itu meminta aparat kepolisian untuk mengusut tuntas siapa yang menjadi dalang, dan menelusuri motif sebenarnya di balik aksi itu.
Di sini sikap Ahok layak diapresiasi, karena ia bisa objektif melihat organisasi itu sebagai organisasi massa, bukan sebuah gerakan Islam yang bergerak untuk secara "pure" membela Islam. Dari berbagai pertanyaannya, Ahok tidak melihat FPI sebagai Islam, melainkan tak lebih sebagai organisasi saja.
Ya, menjernihkan persepsi atas organisasi ini, tentu saja akan sangat positif dalam menilai FPI secara apa adanya. Paling tidak, menghindari stereotype dan tudingan-tudingan yang tendensius. Sebab jika salah menyikapi, bukan tak mungkin yang akan terjadi hanya akan kian memperkeruh suasana.
Sepertinya Ahok sangat menyadari, bahwa tidak semua muslim mendukung sikap organisasi itu. Apalagi secara fakta, memang tak semua muslim, terutama di Jakarta, yang begitu saja setuju atas aksi-aksi yang ditampilkan oleh organisasi ini. Tak sedikit yang berterus terang menolak tindak-tanduk organisasi tersebut sepanjang kiprah mereka sejak 1998. Terlepas bahwa ormas ini hadir dan didukung oleh banyak kalangan santri dan habaib--merujuk berita-berita di awal pendirian FPI.
Apalagi dalam sejarahnya, sasaran aksi FPI selama ini tidak saja Ahok yang notabene sebagai non-muslim. Melainkan sosok seperti mendiang KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pun pernah menjadi sasaran mereka. Bagi yang menyimak dinamika sosial dan sepak terjang organisasi ini, tentu tidak lupa dengan apa yang dilakukan FPI saat berupaya mengadang Gus Dur tampil sebagai pembicara di forum diskusi lintas agama.
Kejadian pada 2006 lalu, sedikitnya mempertegas bahwa FPI memang tak pandang bulu dalam melakukan aksinya. Artinya aksi yang dilakukan tidak selalu karena alasan-alasan tertentu saja.
Di sisi lain hal itu juga dinilai membuat organisasi tersebut rentan disetir. Salah satu indikatornya adalah aksi yang dilakukan belakangan yang berujung kerusuhan, ketika mereka berusaha memaksa Ahok untuk "tidak terlalu jauh bergerak".