Rumpi, no secret. begitulah jargon yang sering di bawakan kak Ros (Fenny Rose), dalam acaranya "Rumpi" yang ditayangkan Trans TV setiap hari senin sampai jumat pada pukul 15.30. Acara yang hampir sama dengan acara infotaiment pada umumnya, akan tetapi yang membedakan adalah acara tersebut mendatangkan langsung sosok artis yang dibahas dan terkadang mempertemukan artis yang sedang berkonflik dan sedang hangat-hangatnya diperbincangkan oleh media. Adu mulut antar bintang tamu sering terjadi, kak Ros terkadang menengahi dan terkadang justru "mengompori" bintang tamu yang sedang berkonflik dan dipertemukan dalam satu frame. Contohnya bisa dilihat langsung di youtube acara "Rumpi" yang membahas kasus Vicky Prasetyo. Dalam episode Vicky ini misalnya acara "Rumpi" mengundang ibu Vicky selaku selaku wakil dari Vicky dan Eva yang berseteru dengan Vicky. Isi dari episode ini bisa di tebak yaitu adu mulut antar dua kubu dan tak jarang kata kata yang kurang pantas keluar dari mulut kedua belah pihak, tanpa sensor, karena acara tersebut tayang secara langsung. Dikhawatirkan acara ini tidak hanya di tonton oleh orang dewasa, anak kecil pun bisa menonton acara ini, karena jam tayang sore yang bisa dipastikan semua umur bisa mengakses acara tersebut.
Media TV memang memberikan banyak informasi dan media adalah pilar keempat dalam pendidikan (Syah, 2014: 222). Jika acara yang ditayangkan hanya berisi adu mulut antar pihak tanpa ada manfaatnya bagi masyarakat apakah media, khususnya TV masih bisa dikatakan pilar dalam pendidikan. Jika kita melihat dari acara "Rumpi" ini entah kenapa kalau menurut saya sendiri tak ubahnya acara yang hanya memburu rating yang mengutungkan beberapa pihak saja tanpa memberikan unsur pendidikan bagi para penikmatnya. Memang sejatinya media, tidak hanya TV diperkenankan menyiarkan segala informasi, hal ini mengacu pada UU Pers No. 40/1999 (Syah, 2014: 4). Tetapi jika hal tersebut juga menyangkut informasi yang sebenarnya tidak begitu penting bahkan tidak mendidik untuk apa disiarkan. Selain itu acara tersebut juga secara terbuka mengangkat kehidupan pribadi bintang tamu untuk bisa dikonsumsi publik dan terkadang menjadi bahan guyonan publik. Jean Baudrillard dalam bukunya yang berjudul "Ekstase Komunikasi", menyatakan bahwa dalam masyarakat saat ini sekat antara ruang privat dan ruang publik sangatlah tipis, setipis kain sutra. Dengan bantuan TV ruang privat seseorang bisa kita nikmati dengan mudah, karena TV yang merupakan ruang praksis meleburnya tanda, fantasi dan realitas sudah masuk di dalam kamar kita (Hidayat, 2012: 140).
Dalam masyarakat modern saat ini memang kehidupan kita tidak lepas dengan namanya TV. Masyarakat modern dalam kacamata Guy Debord salah satu pengamat media, disebut sebagai masyarakat tontonan. Masyarakat tontonan adalah masyarakat yang dalam segala aktifitasnya selalu mengacu dari apa yang ditonton, contohnya dalam pendidikan, kita bisa memilih lembaga pendidikan yang bagus salah satunya kita mendapat informasi dari yang kita tonton dari TV, dan masih banyak lagi. Jika memang kita merupakan bagian dari masyarakat tontonan terus yang kita lihat acara yang tidak memberikan unsur edukasi dan itu menjadi rujukan bagi kita, ya sudah tinggal kita lihat saja apa yang terjadi kelak. Jadi dalam tulisan ini penulis ingin menghimbau bagi penulis sendiri dan para pembaca mari kita menjadi penikmat media yang cerdas, pilihlah acara TV secara bijak dan satu lagi tetap kritis dalam menentukan apa yang dinikmati dalam media titik.
Sumber Bacaan
Aginta Hidayat, Medhy. 2012. Menggugat Modernisme. Yogyakarta: Jalasutra.
Syah, Sirikit. 2014. Membincangkan Pers, Kepala Negara dan Etika Media. Jakarta: PT Elex Komputindo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H