Lihat ke Halaman Asli

Aki’ Sulem

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aki’ Sulem

“Dok...dok...dok... Ki’, Aki’. Tolong cepetan, Ki’. Obati ibuku, napasnya mulai tersengal-sengal!” Tak henti-hentinya tanganku mengetuk pintu rumah Aki’, dan melontarkan permintaan hingga terdengar suara Aki’.

“Iya, iya, sebentar... Aki’ mau pakai baju dulu. Sekalian mau ngambil Tetoskop dan Tensinya dulu” balas Aki’ spontan dari dalam rumah, yang  nampaknya ia baru bangun tidur.

“Di mana rumahmu, nak ? Jauh ya?” tanya Aki’ dalam perjalan.

“Di ujung sana, Ki’. Yang banyak orang berkerumun itu!” Jjawabku singkat, memaklumi kepikunan Aki’, di mana rumahku.

Dengan  langkah pendek, sosok yang tinggal tulang dibungkus kulit sawo matang membelah kerumunan orang di depan rumah. Ia bergegas duduk di samping ibu. Aku dan ayah hanya bisa melihat apa yang akan dilakukan Aki’ Sulem untuk menyelamatkan ibu.

“Mana yang sakit, Bu?”

“Di… di sini, Ki’! ” Tulunjuk ibu mengarah ke perutnya.

“Tenang ya, Bu. Biar Aki’ periksa.” pintanya sembari menempelkan ujung teleskop ke perut ibu untuk mentedeksi penyakit yang menyerangnya.

“Eh… Penyakit, mengapa kamu mengendap di perut ibu ini? Ayo cepetan keluar, biarkan ibu ini bisa hidup sehat lagi.” Aki’ itu sepertinya sudah berbincang-bincang dengan penyakitnya. Iya memang nampak sakti, bisa berbincang dengan penyakit. “Hai... Kuberi waktu hanya satu menit, jangan kamu tinggalkan satu goresan sedikitpun di perut ibu ini. Atau aku harus turun tangan sendiri tuk mengeluarkan kamu?” Ancam Aki’.

“Ia bisa keluar, namun ada satu syarat yang harus ibu ini penuhi.” ujar Aki’ pada kita.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline