Lihat ke Halaman Asli

Agus Priyanto

sodarasetara

Menko Rizal Ramli: Abad 21 adalah Abad Asia (Paradigma Baru Archipelagic State)

Diperbarui: 7 Juni 2016   12:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, Conference of the Ocean at Lisboa, Portugal (Foto diambil dari Twitter @RamliRizal)

“Jika kita ingin menjadi bangsa pemenang, bangsa yang disegani, bangsa yang dihormati, di kawasan ini dan dunia, kita harus memiliki kekuatan maritim yang kuat. Termasuk kapal-kapal dagangnya, kapal-kapal perikanannya.

 Siapa yang menguasai laut, akan menguasai dunia”,

Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli

Presiden Jokowi, 20 Oktober 2014 menyatakan bahwa "Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita”.

Seruan dan ajakan presiden Jokowi tersebut menandai gerak perubahan paradigma negeri kepulauan yang selama ini telah lama memunggungi lautnya.

Bagi sebagian diantara kita, melihat dan mendefinisikan Indonesia sebagai negara kepulauan berpangkal pada pandangan bahwa Indonesia adalah negeri kepulauan dengan jumlah kepulauan sekian belas ribu dan dibatasi oleh lautan yang memisahkannya. Pengertian dan definisi ini menurut saya memiliki kekurangan ketika kita ingin meletakkannya sebagai suatu wilayah teritorial negara dan bangsa yang memiliki kekuatan gerak dinamis dalam sejarah perkembangannya.

Dalam Pidato Kebudayaan yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta, 10 November 2014, Dr Hilmar Farid yang kini menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan menyataka bahwa

“Kita perlu narasi sejarah yang tidak sekedar mengagungkan masa lalu tapi bisa menggambarkan pergulatan sosial. Pergulatan kuasa diantara kekuatan sosial, dari masa ke masa. Pergulatan itulah yag membawa kita sampai pada keadaan seperti sekarang. Kita perlu memahami kekuatan apa yang membuat kita secara kolektif bergerak memunggungi laut karena hanya dengan begitu kita bisa memahami apa yang harus dilakukan untuk bergerak ke arah sebaliknya. Inilah fungsi sejarah sebagai kritik.”

“Kita belajar tentang Majapahit, tapi bukan tentang kejayaannya di masa lalu, melainkan mengenai pergulatan kekuatan yang memungkinkannya muncul sebagai kerajaan yang besar dan kemudian runtuh sehingga menimbulkan arus balik yang hebat dalam sejarah. Kita belajar tentang pelaut Mandar bukan sekedar untuk mengagumi kehebatannya berlayar tapi untuk memahami bagaimana mereka bisa bertahan hidup sebagai komunitas matirim di tengah gerak memunggungi laut yang semakin menguat. Kita belajar tentang orang Bajo dan Suku Laut bukan karena keunikan sejarah dan budaya mereka yang terkesan eksotik, tetapi karena dalam pandangan dunia merekalah kita bisa menemukan landasan untuk membayangkan negeri maritim di masa mendatang.”

Archipelagic State: Negara Laut yang Ditaburi Pulau-Pulau

Negara kepulauan, yang merupakan serapan dari archipelagic state, dalam bahasa asalnya dari Yunani : arch (besar, utama) dan pelagos (laut). Menurut maestro sejarah maritim Asia Tenggara, Adrian Bernard Lapian, archipelagis state sebenarnya harus diartikan sebagai “negara laut utama” yang ditaburi pulau-pulau, bukan negara pulau-pulau yang di kelilingi laut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline