Lihat ke Halaman Asli

Sobri Khausan Al Muis

Mahasiswa di Universitas Tidar

Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia Masih Minim?

Diperbarui: 21 Februari 2022   17:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tangkapan layar

Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) merupakan pembangkit energi listrik yang bersumber dari sinar Matahari. Dari sinar Matahari tersebut lalu dijadikan menjadi sumber energi listrik melalui beberapa perangkat yang menunjang. Mengutip dari Wikipedia bahwa Pembangkit Listrik Tenaga Surya ialah sebuah pembangkit listrik yang mengubah energi Matahari menjadi energi listrik. Pembangkitan listrik dengan energi surya dapat dilakukan secara langsung menggunakan fotovoltaik atau secara tidak langsung dengan pemusatan energi surya.

Fotovoltaik mengubah secara langsung energi surya menjadi energi listrik menggunakan efek fotolistrik. Komponen utama di dalam Pembangkit Listrik Tenaga Surya meliputi panel surya, inverter, dan baterai listrik. Sistem pembangkit listrik tenaga surya dapat dibagi menjadi sistem terhubung jala listrik, sistem tidak terhubung jala listrik, sistem tersebar, sistem terpusat dan sistem hibrida. Masing-masing jenis sistem mempunyai kondisi penerapannya tersendiri.

Pembangkit listrik tenaga surya dapat dibuat dengan beberapa jenis sistem penerapan antara lain sistem pencatu daya satelit, pencahayaan listrik, komunikasi, pompa air dan pendinginan.Pemusatan energi surya menggunakan sistem lensa atau cermin dikombinasikan dengan sistem pelacak untuk memfokuskan energi surya ke satu titik untuk menggerakan mesin kalor.

Indonesia merupakan sebuah negara tropis di dunia sangat berpotensi dalam pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Dalam rata-rata nasional, penyinaran rata-rata Matahari di Indonesia mencapai lima jam per hari. Hal tersebut sangat potensial untuk menuju Indonesia yang memiliki Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang memadai.

Dikutip dari website resmi Kemeneterian Energi Sumber Daya Mineral bahwa potensi energi surya di Indonesia sangat besar yakni sekitar 4,8 KWh/m2 atau setara dengan 112.000 GWp, namun yang sudah dimanfaatkan baru sekitar 10 MWp. Saat ini pemerintah telah mengeluarkan roadmap pemanfaatan energi surya yang menargetkan kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya terpasang hingga tahun 2025 adalah sebesar 0,87 GW atau sekitar 50 MWp/tahun. Jumlah ini merupakan gambaran potensi pasar yang cukup besar dalam pengembangan energi surya pada masa datang.

Dalam hal tersebut sekarang Cina dan Taiwan menempatkan diri di posisi paling utama mendominasi pasar dunia mengenai bisnis solar panel. Dalam Global PV Cumulative Installed tahun 1997-2019, Cina lebih banyak memproduksi panel surya yang kemudian disusul oleh Amerika, Jepang, dan Jerman. Cina sangat agresif dalam memproduksi dan marketing solar panel. Dalam persentase data PV Global Market Distribution total 115 GW di 2019 cina menduduki posisi pertama dengan persentase 71 %, India %, Taiwan 1 %, Japan 1 %, Europe 2 %, US 3 %, Korea 6 %, Malaysia 6 %, dan negara-negara lainnya 9 %.

Dikutip dari website resmi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral bahwa saat ini pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia sudah memiliki basis yang menguat dari aspek kebijakan. Namun pada tahap implementasi, potensi yang dimiliki Indonesia belum dimanfaatkan secara maksimal. Dilihat dari segi teknologi, industri photovoltaic (PV) di Indonesia baru bisa melakukan pada tahap hilir, yaitu membuat secara umum modul surya dan mengintegrasikannya menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Surya, sementara itu bagian sel suryanya masih impor.

Padahal sel surya ialah komponen utama dan yang paling mahal dalam sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Harga yang masih tinggi menjadi isu penting dalam perkembangan industri sel surya. Berbagai teknologi pembuatan sel surya terus diteliti dan dikembangkan dalam rangka upaya penurunan harga produksi sel surya agar bisa bersaing dengan sumber energi lain.

Lalu mengapa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia masih rendah ? berlandaskan dari data Institute for Essential servis Reform (IESR), Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia baru teppasang sekitar 100 megawatt(MW), hal ini sangat jauh dari potensi yang ada yaitu mencapai 500 Giga Watt (GW). Kenyataan tersebut juga masih dangat jauh dari target yang dicanangkan Indonesia yang dituangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2019 sebesar 6,5 GW pada 2025. Untuk PT PLN (Persero) menargetkan pada 2028 hanya 2 GW.

Dengan harga yang mahal dan investasi yang masih sulit di Indonesia menjadi salah satu kendala perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Selain itu, kurangnya sosialisasi dari pemerintah juga menjadi pemicu kurangnya perkembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya. Dengan efisiensi yang masih rendah yaitu sekitar 10-20 % juga memengaruhi akan hal tersebut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline