Lihat ke Halaman Asli

Dimana Lembaga Survei Dalam Penetapan RUU Pilkada?

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pasca pengesahan Rancangan Undang-Undang Pilkada tadi malam (25/9) hingga dini hari (26/9) tadi sudah terlalu banyak mengundang komentar dari berbagai kalangan. Pembahasan RUU Pilkada di DPR sepakat diselesaikan dengan jalur voting. Pada akhirnya, RUU Pilkada berhasil disahkan dengan  persetujuan 62,6 persen anggota DPR sepakat Pilkada lewat DPRD.

Sejak pagi tadi dan beberapa hari ke depan, RUU ini akan tetap menjadi headline dan trending topic diberbagai media. Media-media mainstream tentu saja akan ambil bagian pasca pengesahan ini. Bahkan masyarakat awam yang selama ini menghindari bincang politik akhirnya terseret juga dalam pusaran tema Pilkada melalui DPRD. Dari sekian banyak alasan untuk tidak mendukung Pilkada lewat DPRD, karena dianggap merupakan kemunduran dalam sistem demokrasi di Indonesia. Banyak protes dan berbagai aksi yang telah dilakukan berbagai elemen masyarakat. Tidak tanggung-tanggung, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) dan Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (Apeksi) yang terdiri dari bupati dan walikota ikutan turun ke jalan dan melakukan demonstrasi di bundaran HI beberapa waktu lalu.

Sementara itu, petisi online juga sudah disebarkan sejak isu RUU Pilkada oleh DPRD muncul ke public.Walaupun menimbulkan pro dan kontra, rasanya hanya segelintir saja yang pro dengan RUU tersebut. Optimisme bahwa RUU Pilkada tidak akan diundangkan kecuali pasal mengenai Pilkada oleh DRPD dihilangkan atau minimal diluruskan isisnya.

Hari ini, Presiden SBY menjadi bulan-bulanan di media sosial dengan munculnya trending topic di twitter #ShameOnYouSBY bahkan berbagai acara di TV ramai-ramai menyalahkan SBY. Hal ini dikarenakan sikap Fraksi Partai Demokrat yang memilih walkout dari voting dalam pengesahan RUU. Sikap walkout Partai Demokrat tentu saja sangat kontradiktif dengan pernyataan SBY yang disiarkan langsung mengenai dukungannya untuk mempertahankan pemilihan langsung kepala daerah. Masih jadi pertanyaan, ketika SBY memberikan pernyataan tersebut, apakah beliau memposisikan dirinya sebagai Presiden atau sebagai Ketua Partai Demokrat. Selanjutnya, banyak pihak yang menyanyangkan sikap walkout partai dominasi biru ii yang nota bene memiliki sekitar 20 persen kursi di DPR. Tapi yasudahlah, semua sudah berlalu, walau masih ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk mencekal aturan ini.

Fokus ke judul tulisan ini, DPR tidak memanfaatkan lembaga ilmiah sebelum melakukan pembahasan RUU Pilkada. Sangat disayangkan, Lembaga Survei tidak dimanfaatkan dalam lingkaran ini. Padahal secara ilmiah Lembaga Survei ini menjadi gambaran dari hal yang sebenarnya. Buktinya, para vendor asing sebelum memasarkan produk biasanya mereka melakukan survei untuk melihat kondisi pasar apa akan menerima produknya atau tidak, ini hanya contoh kecil saja.

Bahkan dalam setiap Pemilahan Umum baik tingkat Nasional ataupun Lokal setingkat Walikota/Bupati, lembaga survei juga sangat aktif mengambil bagian untuk melakuka peringkat para kandidat. Bahkan pada masa Pilpres beberapa waktu lalu, lembaga survei menjadi acuan calon-calon kandidat untuk mencalonkan dirinya atau tidak. Secara ilmiah, Lembaga Survei ini lebih dari sekedar prediksi. Cara kerja survei yang dikerjakan berbagai lembaga tentu saja sudah metode yang benar. Walau tidak dipungkiri ada beberapa lembaga survei yang menjadi oknum dengan rekayasa hasil survei.

Seandainnya, ada Lembaga Survei yang terlibat dalam penetapan RUU Pilkada beberapa waktu lalu. Tentu saja data tersebut sangat layak dijadikan oleh DPR untuk mengetahui keinginan sebenarnya rakyat yang diwakilinya. Jika hanya protes dan aksi di sosial media ataupun turun ke jalan oleh para aktivis. Belum cukup untuk merepresentasikan sikap dari sekitar 230 juta penduduk Indonesia. Sebagian besar tentu saja menjadi pasif reader atas isu yang terjadi walaupun sebenarnya setiap orang memiliki pendapat masing-masing. Bukankah kemungkinan besar masyarakat mengingnkan Pilkada oleh DPR atau bisa jadi sebaliknya. Disinilah letak Lembaga Survei yang selama ini hanya muncul menjelang diadakan Pemilu saja.

Tentu saja, setiap survei yang dilakukan membutuhkan dana yang besar, dan membutuhkan sponsor untuk melakukan kegiatannya. Pastiya, saya belum menemukan data beberapa dana yang dianggarkan negara ini untuk bidang penelitian dan pengembangan. Bukankah kita sudah memiliki lembaga-lembaga yang mumpuni jika hanya melakukan survei saja? Sayangnya, negara kita belum sajauh itu dalam memanfaatkan ilmu pengetahuann.

Saya masih bersikap masa bodoh dengan Parpol yang walkout, bukankah Parpol lain juga pernah melakukannya.

Saya hanya mencoba permasalahan ini dari perspektif yang berbeda dan tentu saja bukan pesanan.

^^




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline