Lihat ke Halaman Asli

"50 Ribu Kata"-

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya bukanlah seorang penulis dengan hasil karya-karya yang mengagumkan. Saya sekedar belajar untuk menjadi penulis, dimana penulis adalah cita-cita saya sejak kecil dan sempat tidak menulis sama sekali dalam sepuluh tahun lebih. Yang saya tulis dari dulu pun, bukan cerpen, cerber, apalagi novel, melainkan puisi. Ya, hanya puisi.

Dua tahun lalu, terus terang saya tidak punya kegiatan berarti, atau bisa dikatakan menganggur. Disitulah, saya kembali menulis puisi dan belajar menulis cerpen. Hingga sekarang, sehari tanpa menulis-walau hanya sebaris-nyawa saya bagaikan terbang mengambang entah di udara atau di lautan. Menulis merupakan sesuatu keindahan, kenikmatan dan kepuasan tersendiri bagi saya. Saya lebih baik meluangkan waktu dalam menulis daripada banyak berpacaran, apalagi kalau sang pacar itu, menyebalkan. He..he..he..Saya lebih baik mengisi waktu saya dengan menulis, terserah mau tulisan saya bagus atau tidak, dibandingkan harus melakukan kegiatan yang tidak jelas dan mengeluarkan uang dan mensia-siakan waktu.

Dulu, saya sering melakukan aktivitas yang tidak berguna, seperti pergi ke disko, minum-minuman alkohol, nongkrong di cafe/club sampai larut pagi. Pokoknya yang saya lakukan di masa itu, tidak ada gunanya sama sekali. Eh, ada juga sih untungnya, yaitu mendapatkan teman banyak dan memperluas relasi. Tetapi jika ingin memperluas jaringan relasi, saya rasa aktivitas saya seperti dulu itu, bisa dilakukan dengan kegiatan yang lain, malah bisa dengan kegiatan yang lebih bermanfaat. Saya pun berpikiran untuk mengubah kebiasaan saya-mencari hiburan-seperti menonton, baca buku, memasak dan travelling. Dan dua tahun itulah, saya menambah kebiasaan saya dengan menulis. Meski saya sadar benar, kualitas tulisan saya masih jauh dari standar. Tetapi saya tidak pernah peduli. Saya terus menulis dan terus belajar.

Bohong, bila saya katakan Kompasiana tidak turut andil dalam pengembangan tulisan saya. Justru karena mengikuti blog ini, tulisan saya jadi lebih berkembang dan banyak menemukan sahabat-sahabat yang memberikan saran dan kritik dalam penulisan. Pula memberi semangat yang luar biasa. Sering saya berpikir, mereka semua adalah sahabat dekat di dunia realita, kita pun tahu kerap kita berhubungan hanya di dunia maya. Dan lagi banyak bentuk motivasi-motivasi yang saya peroleh dari mereka dibandingkan sahabat-sahabat saya di dunia realita. Contohnya, Bahagia Arby, yang tidak pernah putus-putus selalu memberikan semangat dan dorongan yang sangat-sangat-sangat luar biasa bagi saya. Mbak Endah Raharjo ,Ge dan Rahmi Hafizah, tiga perempuan special buat saya, karena mereka gila, unik, baik(itu sudah pasti) dan punya ciri khas sendiri. Tanpa mereka bertiga, mungkin saya tidak pernah mencoba untuk menulis novel sebanyak 100 lembar lebih. Walapun saya pernah mencoba menulis novel yang belum kelar dan hanya sebatas 35 halaman saja.

Tadinya kampung fiksi hanya beranggotakan sekitar 9/10 orang,  difungsikan sebagai tempat berdiskusi mengenai penulisan dan kami sama-sama mempunyai minat dan kegilaan yang sama. Tetapi Ge dan kawan-kawan lainnya, ingin sesuatu yang lebih untuk kampung fiksi, tidak hanya tempat untuk berdiskusi saja. Kami menginginkan lebih dari itu. Semua harus kami coba, termasuk 50K dalam satu bulan. Kampung fiksi harus menghasilkan sesuatu yang bisa bermanfaat dan membanggakan. Tercetuslah ide untuk menjalankan 50 ribu kata ini. Hasilnya?

Sangat..Sangat..Sangat menakjubkan, tentu luar biasa. Padahal saya hanya mampu menyelesaikan novel 35.664 kata saja, karena kertebatasan waktu yang saya miliki. Namun yang saya peroleh dari kegiatan nekad ini, tidak bisa dihitung dengan sepuluh jari. Banyak sekali yang saya raih.

Saya acungkan beribu-ribu JEMPOL buat para penulis novel, apalagi yang novelnya laris manis. Karena membuat novel itu tidak semudah yang kita bayangkan. Menulis novel itu membutuhkan energi tenaga yang besar, tentu kondisi harus sehat-walafiat. Kreativitas harus dimainkan dan dijabarkan secara tidak sembarangan. Kita harus mengolah kreativitas dengan sebaik mungkin, sehingga menghasilkan buku yang layak dibaca oleh para pembaca. Penulisan EYD, kosakata, imajinasi, tema, kerangka, solusi, masalah dan riset, harus diperkaya oleh seorang penulis novel. Bayangkan dalam waktu sebulan saja, saya belajar mengenai semuanya-sedikit demi sedikit. Soal rasa, emosi, kepekaan, praduga, saya dapatkan seolah-olah sayalah sang tokoh dalam novel saya. Dan hal ini, membuat saya menjadi lebih peka terhadap keadaan sekitar dan masalah-masalah orang lain, bahkan masalah dunia luas. Saya juga jadi lebih sabar dan tahu bagaimana menyikapi, mengatasi dan mensesuaikan tiap permasalahan, baik itu dari dalam , maupun dari luar pribadi.

Di sini saya juga belajar tentang komitment, konsistensi dan fokus. Dimana ketiga hal ini sangat penting kita miliki untuk meraih tujuan, cita-cita dan mimpi-mimpi kita. Di dunia pekerjaan dan hubungan antar manusia pun, memerlukan pribadi-pribadi yang memiliki komitment, konsitensi dan fokus yang tinggi. Tanpa ketiga hal tersebut, apa yang kita jalankan sehari-hari akan timpang dan berjalan setengah-setengah dan hasilnya cuma kelelahan atau kebosanan atau juga kesia-siaan. Dan terus terang saya masih berjuang untuk memperkuat ketiga hal ini dalam diri dan jiwa saya.

Hubungan sesama penulis di kampung fiksi juga semakin dekat dan terbina hubungan yang baik sekali. Tidak perlu dipertanyakan lagi, saya terlalu menyukai hubungan baik ini terjaga dan semoga berjalan terus. Saya percaya, jika kita sama-sama mempunyai tujuan -itikad dan tekad  baik, Insya Allah Tuhan akan memberikan apa yang kita iinginkan dengan hasil yang terbaik pula. Serta hubungan seperti ini kuasa membawa kita pada pahala-pahala yang telah menanti kita.

50 ribu kata. BUkan sekedar unjuk gigi, tetapi juga kuasa meningkatkan penulisan kita berkembang ke arah jauh lebih baik. Di sini, saya bisa tahu, sudah sampai mana kemampuan dan ilmu saya dalam menulis. Apa yang kurang dari saya, apa yang harus di tambah dan diperbaiki oleh saya, apa yang harus dipertahankan oleh saya, apa yang harus saya cari lagi dan ilmu-ilmu apa yang saya harus kejar demi penulisan saya. Tidak hanya ilmu di bidang penulisan, bahkan melebar ke ilmu pengetahuan alam, ilmu seni, ilmu sosial, ilmu politik dan berbagai ilmu lainnya. Kesemua ilmu-ilmu tersebut otomatis dapat memperkuat isi dari karya tulisan kita dan kita pun semakin bertambah pintar. keluar dari kotak dan maju melangkah dengan kaki-kaki kokoh dan pasti.

50 ribu kata. Dalam novel yang saya buat ini, banyak menceritakan kisah-kisah kehidupan manusia di masa lalunya. Tadinya saya berharap mampu membuat novel inspiratif dan dapat membuka mata dan jendela hati kita. Selama proses penulisan novel 50K ini, saya sadar, bahwa penulis novel inspiratif, setidaknya sudah memiliki gudang pengalaman-baik pengalaman pribadi-atau pengalaman orang lain dan kisah hidup dapat diangkat agar pembaca termotivasi dan mendapatkan manfaat. Sedangkan saya, harus masih benar-benar membaca. Tidak sekedar membaca, tapi juga, mencicipi, mendengar, mencium, merasakan, mengunyah dan membawa hati. Akhirnya, saya biarkan tulisan saya ini mengalir kemana siempunya mau. Saya gabungkan imajinasi, fantasy dan kehidupan realita dalam novel saya yang berjudul "Topengmu, menarilah di panggungmu". tadinya berjudul "Jangan lepas Topengmu", tetapi saya kurang sreg dengan judul ini. Seakan-akan saya menyuruh orang untuk tetap selalu memakai topengnya. Padahal maksud dari penulisan saya, pakailah topengmu itu dengan tujuan yang baik dan sesuai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline