Lihat ke Halaman Asli

Waspadai Glaukoma "Si Pencuri Penglihatan" dengan Deteksi Dini

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2002, glaucoma merupakan penyebab kebutaan paling banyak kedua dengan prevalensi sekitar 4,4 juta (sekitar 12,3% dari jumlah kebutaan di dunia).

Menurut  Spesialis Glaukoma di Klinik Spesialis Mata SMEC Medan, Dr. Beby Parwis, SpM “Glaukoma merupakan penyakit yang merusak saraf mata yang ditandai dengan adanya gangguan lapang pandang mata atau penurunan penglihatan secara perlahan, serta meningkatkan tekanan bola mata. Kerusakan saraf mata ini sukar untuk diperbaiki. Oleh karena itu, deteksi dini glaukoma sangat diperlukan agar kebutaan dapat dicegah, “ucapnya.

Menurutnya, terdapat  4 jenis glaucoma, yakni glaukoma sudut terbuka  (primer), galukoma sudut tertutup , glaucoma sekunder, dan glaucoma kongenital. Dari keempat jenis tersebut , glaukoma sudut terbuka paling banyak diderita, dengan factor risiko antara lain generik (keturunan) dan usia.

“Gejala yang biasa dialami bagi penderita ini biasanya pandangan kabur secara perlahan-lahan , nyeri kepala, mual disertai muntah, pandangan seperti  melihat pelangi dan mata merah (terjadi  hanya pada glaukoma akut)”, lanjutnya.

Deteksi dini merupaka hal sederhana yang dapat dilakukan. “Biasanya, hal pertama yang akan dilakukan adalah pemeriksaan tekanan bola mata setiap bulan. Jika tekana bola mata sudah terkontrol dengan obat, waktunya kita perpanjangjadi 3 bulan, kemudian kita evaluasi lagi, selain tekanan bola mata, pemeriksaan saraf optik yang dilakukan dengan pupil lebar, pemeriksaan sudut bola mata, dan juga pemeriksaan lapang pandang dengan sudut perimetri Humphrey tujuannya untuk mengetahui hilangnya pengliahatan perifer maupun sentral,” ujar dr. Beby.

Pada tahun 2020 jumlah kebutaan akibat glaucoma diperkirakan meningkat menjadi 11,4 juta. Prevalensi glaucoma diperkirakan juga meningkat, dari 60,5 juta (2010) menjadi 79,6 juta (2020). Di sisi lain, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi  glaucoma di Indonesia adalah 4,6 %. Pengobatan glaucoma terdiri dari 3 macam, yakni obat-obatan, laser dan operasi. Jenis pengobatan yang dipilih, disesuaikan dengan derajat keparahan penyakit dan kondisi pasien. Tujuan dari pengobatan glaucoma adalh untuk mempertahankan penglihatan yang ada, bukan untuk menghilangkan penglihatan yang telah hilang.

Selain itu, diharapkan dengan pengobatan sedini mungkin, akan dapat mencegah dan atau memperlambat kerusakan saraf lebih lanjut. Deteksi dini glaucoma sangat penting dilakukan untuk mencegah hilangnya penglihatan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline