Lihat ke Halaman Asli

"Mudharabah vs Bunga : Perbedaan Kunci Menurut Hukum Syariah

Diperbarui: 18 Oktober 2024   18:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Ilustrasi : Davinci)

Dalam dunia bisnis dan keuangan, terdapat perbedaan mendasar antara sistem keuangan berbasis syariah dan konvensional. Dua konsep yang sering diperbandingkan adalah mudharabah, yang digunakan dalam sistem keuangan Islam, dan bunga, yang menjadi bagian integral dari sistem keuangan konvensional. Keduanya mungkin terlihat serupa dalam praktik bisnis, tetapi memiliki prinsip yang sangat berbeda, terutama dilihat dari perspektif hukum syariah.

Apa itu Mudharabah?

Mudharabah adalah salah satu bentuk kerja sama bisnis dalam ekonomi syariah, di mana satu pihak (shahibul mal) menyediakan modal, sementara pihak lain (mudharib) mengelola usaha. Keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut akan dibagi sesuai kesepakatan awal antara kedua belah pihak. Namun, jika terjadi kerugian, seluruhnya ditanggung oleh penyedia modal, kecuali jika kerugian tersebut diakibatkan oleh kelalaian atau kesalahan pengelola usaha. Prinsip utama dalam mudharabah adalah berbagi risiko dan keuntungan secara adil, berdasarkan kesepakatan yang transparan di awal perjanjian.

Bagaimana dengan Bunga?

Dalam sistem keuangan konvensional, bunga merupakan imbalan yang diberikan kepada pemilik modal atas uang yang dipinjamkan. Bunga dihitung sebagai persentase tetap dari jumlah pokok utang dan harus dibayarkan oleh peminjam, terlepas dari apakah usaha yang didanai menghasilkan keuntungan atau tidak. Ini berarti bahwa risiko bisnis sepenuhnya berada di pihak peminjam, sedangkan pemberi pinjaman menerima pendapatan tetap tanpa memedulikan kondisi usaha yang dijalankan.

Perspektif Hukum Syariah

Dalam pandangan syariah, bunga (riba) dianggap haram atau dilarang karena mengandung unsur ketidakadilan dan eksploitasi. Islam melarang praktik riba karena penerima modal tidak menanggung risiko apa pun, sementara pihak yang meminjam dipaksa untuk membayar tambahan uang, bahkan jika usaha mereka mengalami kerugian. Hal ini bertentangan dengan prinsip keadilan yang diajarkan dalam Islam, di mana keuntungan dan kerugian seharusnya dibagi secara proporsional sesuai kontribusi masing-masing pihak dalam usaha tersebut.

Sebaliknya, mudharabah dianggap sah dalam hukum syariah karena berbasis pada prinsip keadilan, kerjasama, dan saling berbagi risiko. Setiap pihak memiliki tanggung jawab yang jelas, dan keuntungan dibagi hanya jika usaha tersebut berhasil. Tidak ada pihak yang dirugikan, karena jika usaha mengalami kerugian tanpa kelalaian pengelola, penyedia modal akan menanggungnya, mengingat modal yang disediakan merupakan bagian dari risiko yang diambil.

Poin Penting

Mudharabah dan bunga menawarkan cara yang berbeda dalam mengelola modal dan usaha. Dari perspektif hukum syariah, mudharabah lebih adil karena berdasarkan prinsip berbagi risiko dan keuntungan. Di sisi lain, bunga dalam sistem konvensional cenderung memihak pada pemilik modal, di mana peminjam menanggung beban sepenuhnya. Oleh karena itu, bagi umat Muslim yang ingin menjalankan bisnis sesuai syariah, mudharabah menjadi pilihan yang sesuai, menghindarkan mereka dari unsur riba yang dilarang. Prinsip ini bukan hanya mengedepankan keadilan, tetapi juga mendorong terciptanya kerjasama yang lebih baik dalam dunia usaha.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline