Ribuan massa dari DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Kalimantan Selatan menolak masuknya klaster ketenagakerjaan dalam draft Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, yang saat ini dibahas oleh DPR RI. Penolakan ditandai dengan aksi unjuk rasa yang digelar tadi pagi, Rabu (19/02), di ruas Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin, atau tepat di depan Gedung DPRD Provinsi.
Dalam orasinya, Biro Hukum DPD KSPSI Kalimantan Selatan, Sumarlan, menyampaikan bahwa pihaknya menolak rancangan aturan tersebut yang dinilai tidak manusiawi dan berpotensi menghidupkan kembali sistem perbudakan. Terutama pasal yang mengatur tentang jam lembur yang maksimal 18 jam dalam satu minggu, dari yang sebelumnya maksimal hanya 14 jam. "Jelas lembur 18 jam adalah perbudakan," ungkapnya di hadapan seluruh peserta aksi.
Aturan itu sangat memungkinkan perusahaan pemberi kerja untuk memforsir tenaga pekerjanya, tanpa ada kompensasi yang layak. Terlebih adanya pemangkasan besaran uang penghargaan untuk pekerja yang di-PHK, yang sebenarnya merupakan hak yang bersangkutan untuk mendapat apresiasi dari perusahaan.
Seperti tidak adanya lagi uang penghargaan untuk pekerja PHK yang masa kerjanya 24 tahun atau lebih, yang harusnya mendapatkan 10 bulan upah. Untuk itu, Ia mendesak seluruh pihak mendukung upaya penolakan agar pembahasan dapat dihentikan dan klaster ketenagakerjaan dikeluarkan dari draft Omnibus Law.
Dukungan juga ditunjukkan oleh Ketua DPRD Kalimantan Selatan, Supian HK, yang turut hadir dan bergabung dalam aksi para pekerja lintas sektor. Ia bahkan bersedia menandatangani poin-poin yang disampaikan untuk kemudian menjadi rekomendasi bagi DPR RI.
"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak pusat, dan hari ini menyetujui untuk menandatangani poin-poin tersebut," tuturnya. Apalagi penolakan tak hanya terjadi di Kalimantan Selatan, namun juga di 24 daerah di Indonesia, termasuk di tingkat pusat. Rekomendasi tersebut akan dibawa dan disampaikan langsung kepada DPR RI, yang juga akan dikawal oleh perwakilan dari DPD KSPSI.
Aksi yang digelar oleh DPD KSPSI Kalimantan Selatan mengangkat masalah penolakan terhadap rencana pemerintah untuk membentuk Omnibus Law, khusus untuk klaster ketenagakerjaan. Penolakan itu terkait dengan adanya pasal-pasal yang menguntungkan perusahaan pemberi kerja dan tidak dilibatkannya pekerja dalam proses penyusunan sebelum draft diserahkan kepada DPR RI. (Eva)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H