Lihat ke Halaman Asli

Antara Eksis dan Menyebalkan

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Era teknologi dan informasi menghantarkan orang semakin gemar berbagi. Ya tentu saja berbagi informasi, entah yang sifatnya umum atau pribadi – jika memang layak konsumsi. Di era ini, situs jejaring sosial seolah merajai, bahkan merasuk jiwa orang, merangsang mereka agar selalu berbagi informasi. Facebook adalah salah satu media jejaring sosial yang fenomenal dewasa ini. Dengan face-book orang dapat berinteraksi dengan berbagai jenis orang dari seluruh dunia.

Ada banyak hal positif yang didapat dari penggunaan jejaring sosial seperti Facebook. Sebut saja serentetan peristiwa besar revolusi timur tengah, tumbangnya Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali yang kemudian menjalar ke Yaman dan Mesir adalah berkat “jasa” Facebook sebagai sarana mobilisasi massa. Tapi tidak sedikit pula penyalahgunaan Facebook untuk hal-hal yang negatif salah satunya seperti propaganda pembakaran Al-Qur'an oleh Pastor Senior Sylvia Jones di Florida, Amerika Serikat beberapa waktu lalu.

Di era ini berbagai informasi sepertinya telah menjadi kebutuhan diri. Dan Facebook adalah sarana ampuh untuk menyebarkan informasi. Tak heran kemudian ada asumsi bahwa Facebook adalah sarana untuk eksis. Eksis tidaknya orang, atau ada-tidaknya dinilai dari seberapa banyak anda memiliki teman di Facebook, yang kedua seberapa banyak orang mengomentari statusnya, dan ketiga, seberapa sering foto anda ditandai orang. Selanjutnya seberapa sering mengirimkan pesan yang indah-indah (baca:basa-basi) berisi kata-kata yang menurut si pengirim mungkin dapat memotivasi. Dan kebalikan dari hal diatas, termasuk jika orang tidak membalas pesan yang dikirmkan akan disematkan instilah baru sebagai orang menyebalkan.

Ck.ck.ck.., ada-ada saja asumsi orang. Begitu mudah menghakimi orang hanya dari fenomena dunia maya. Baiklah jika betul ingin menggunakan ukuran tersebut maka alat ukur yang seharusnya dipakai adalah fasilitas seperti yang disediakan http://Facebook.grader.com. Dengan fasilitas itu seberapa populer orang didunia maya (Facebook), seberapa eksis dia di Facebook, atau seberapa menyebalkan orang dapat diukur dari tingkat rating. Dengan Facebook.grader.com. Profile Rangking, total dari jumlah teman, berapa banyak pesan atau Wall Post yang pernah anda publish, termasuk seberapa pesan yang dikirim akan terlihat. Kalau memang anda tidak berada di urutan 50 besar, maka jangan menganggap atau sudah merasa diri eksis.  Jika orang teramat sering beraktifitas di dunia maya (Facebook), dan memandang facebook sebagai hal yang lebih penting dari interaksi didunia nyata, tentu patut dipertanyakan. Jangan-jangan aktivitasnya di facebook adalah pengalihan dari kurangnya relasi didunia nyata.

Dalam sebuah pregresif religiusitas orang, mungkin Facebook dapat bermanfaat sebagai sarana untuk mengekspresikan iman, berbagi informasi tentang kondisi spiritual, atau tanggapan atas Firman yang di baca. Namun sangat disayangkan, peran ini ternyata juga dimanfaatkan betul oleh sebagian orang untuk membentuk gambaran diri mereka didunia maya, citra diri yang religius, beriman teguh dan alkitabiah. Padahal belum tentu selaras dengan sikap diri sehari-hari sebagai surat yang terbuka dan dibaca banyak orang. Asumsi mengukur eksis-tidaknya, ada-tidaknya, atau menyebalkan-tidaknya orang hanya dari fenomena di dunia maya tentu saja sangat prematur, di dasarkan pada niat atau motif tertentu yang bernuansa negatif. Ada berbagai faktor dan motivasi orang untuk merasa perlu bergulat dengan situs jejaring sosial, ada banyak alasan pula orang tidak merasa perlu menggunakannya. Lagi pula, bukan urusan manusia menghakimi sesamanya. Dalam ranah sosial seperti persekutuan di gereja urusan manusia hanya menegur atau mengingatkan jika ada orang yang berbuat salah atau berdosa, bukan menghakimi. Menghakimi hanya kedaulatan Allah.

Silaturahmi, interaksi, atau komunikasi di dunia maya seyogyanya tidak menggantikan relasi di dunia nyata. Mengingat ajakan Tuhan agar umatnya masuk ke dunia, tapi tidak seperti dunia, mewartakan kabar kesukaan bagi dunia, lalu menyinarkan citra kabar tadi pada semua orang. Bagai surat cinta yang terbuka dan dibaca banyak orang, atau bagai buah yang dapat dicip semua orang. Slawi/ ndobos-poll

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline