Oleh: Slamet Subiyantoro, Dkk.
Semua orang tahu bila ditanya perihal wayang, namun mereka tidak tahu esensi di dalam wayang yang sebenarnya. Sebagai warisan budaya bangsa, wayang telah dikenal banyak masyarakat baik secara nasional maupun internasional.
Wayang telah diakui UNESCO sebagai (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) yaitu karya kebudayaan sangat mengagumkan dibidang narasi yang indah penuh tuntunan. Telah banyak diakui bahwa wayang tidak hanya sebagi sebuah tontonan tapi sebagai tuntunan yang mengedukasi masyarakat menjalankan kehidupan yang lebih baik.
Ada banyak jenis dan gaya wayang di Nusantara, namun yang paling populer dalam masyarakat ketika mendengar wayang adalah wayang kulit purwa. Wayang kulit purwa lebih banyak diadopsi dari ceritera budaya hindu dari India yaitu Ramayana dan Mahabarata. Wayang purwa memang berasal dari agama hindu, namun justru memiliki andil besar dalam penyebaran agama Islam sehingga Indonesia menjadi wilayah dengan jumlah umat Islam terbesar di Dunia.
Hal itu merupakan usaha dan kreativitas para wali dalam memanfaatkan wayang sebagai penyebaran Islam. Konon wayang adalah seni pertunjukan yang sangat populer dan diminati masyarakat. Para wali mempertunjukan wayang purwa kepada masyarakat secara gratis namun sebelumnya mereka harus mengucapkan 2 (dua) kalimat syahadat.
Seiring perkembangan teknologi dan informasi yang semakin maju, wayang purwa mulai tergeser dan kurang mendapat perhatian masyarakat. Sangat jarang sekali kita temukan pertunjukan wayang kulit di era 4.0 ini dan kalaupun ada pasti penikmatnya adalah masyarakat yang sudah tua. Generasi muda justru enggan menyaksikan pertunjukan wayang kulit karena mereka menganggap sudah ketinggalan zaman dan tidak menarik lagi.
Anak muda lebih cenderung menyukai hiburan-hiburan modern seperti sinetron, film, drama, dan lain sebagainya yang belum tentu memiliki tuntunan baik. Wayang kulit yang terindikasi akan mengalami kepunahan dikarenakan tidak ada regenerasi pedalang yang baik. Anak kita lebih banyak dicekoki ilmu-ilmu umum dan mengesampingkan ilmu budaya.
Perlu ada regenerasi dalang wayang kulit sejak dini agar eksistensi wayang purwa dapat terjaga. Anak kita perlu dikenalkan wayang purwa sejak dini sehingga mereka akan memiliki kecintaan pada budaya wayang. Wayang purwa dapat ditransformasikan kedalam media film animasi kartun dimana film genre ini sangat disukai anak-anak.
Anak-anak kita selama ini lebih banyak mengenal superhero dari luar seperti iron man, hulk, spiderman, captain amerika, batman, dan lain sebagainya. Padahal dalam wayang purwa juga ada superhero yang tidak kalah keren dan kuat misalnya gatut kaca, pandawa lima, dan lain sebagainya. Selain melalui media film animasi, pengenalan wayang purwa pada anak dapat pula dilakukan melalui media game. Game adalah permainan berbasis digital yang sangat digemari anak dimasa milenial ini.
Sayangnya game yang ada belum mengambil objek budaya seperti wayang. Game wayang tentu akan sangat menarik dan tidak kalah bagusnya dengan game luar negeri bila dikembangkan secara inovatif. Bila game berbasis wayang dikembangkan secara maksimal tentu akan dapat bersaing dengan game-game besar seperti Mobile Legend, PUPG, Free Fire, Dota, dan lain sebagainya. Dengan demikian anak akan memiliki pengetahuan wayang dari game yang mereka mainkan.
Selain usaha di atas, usaha pelestarian wayang purwa dapat dilakukan secara nyata melalui regenerasi dalang anak-anak. Selain mengetahui tokoh, karakter, dan cerita pewayangan, anak-anak dapat dilatik menjadi seorang dalang yang lihai dalam memainkan wayang kulit purwa. Sanggar Seni Pedalangan Vidya merupakan salah satu sanggar yang berkontribusi dalam regenerasi dalang anak-anak. Sanggar ini terlrtak di Sasana Mulya, RT 02, RW 02 Kel. Baluwarti, Kec. Pasar Kliwon, Surakarta dengan mendidika kurang lebih 30 dalang cilik.