Remaja cikal bakal bangsa
Remaja tulang punggung bangsa
Remaja harapan bangsa
Miris rasanya nurani mendengar perihal tawuran di negeri tercinta ini yang telah menelan korban nyawa. Namun itulah kenyataan yang dirasakan bersama. Tawuran pelajar dari masa ke masa tetap saja menyisakan tanda tanya perihal langkah bijaksana menghapus perangai keras dan kasar ini.
Perilaku kekerasan tidak patut memperoleh toleransi di negeri ini. Kekerasan jika dibiarkan akan menularkan sarkasme-psikologis atau penindasan-fisik dan bahkan kekerasan menimbulkan korban jiwa. Siapa pun pemeran kekerasan di negeri ini pantaslah kiranya memperoleh ganjaran yang sepadan sekalipun pemerannya seorang pelajar.
Bentuk perangai kekerasan tak hanya dilakoni oleh pelajar pria-berupa tawuran anarkis-namun perangai kekerasan juga dilakoni oleh pelajar wanita. Sebut saja penganiayaan sekelompok remaja wanita terhadap rekannya, pelecehan kepada teman sekelas, dan kekerasan verbal yang bisa kita saksikan di media cetak maupun elektronik. Nyatanya perilaku kekerasan merata menghinggapi para pelajar kita tanpa memandang jenis kelamin. Ini merupakan fenomena yang pantas untuk ditelaah serta disikapi dengan cepat dan tanggap.
Sebuah Pendekatan
Berbicara tentang remaja-yang belakangan ini kerap menjadi sorotan di media massa nasional karena praktik perilaku kekerasan-menurut Erickson (salah satu tokoh psikologi) masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Di sinilah remaja dihadapkan oleh berbagai persoalan psikologis yang harus mereka hadapi dan tuntaskan. Identitas diri dipahami sebagai identitas psikologis yang mesti dicari, ditemukan dan dilekatkan oleh remaja kepada dirinya. Identitas diri penting karena dipahami dan diyakini sebagai status sosial-psikologis.
Dalam perspektif psikologi remaja-selain proses pecarian identitas diri-remaja memiliki kecenderungan kuat untuk "hidup" berkelompok (peer group). Lazimnya dalam mencari identitas diri remaja bergaul, berkumpul dan bersosialisasi dengan satu atau beberapa kelompok yang diminati dan dirasa sesuai dengan dirinya.
Di sinilah titik mulanya remaja menemui dilema dalam menyerap identitas-psikologis melalui proses identifikasi kelompok. Diri-berkembang bilamana kelompok yang dijadikan panutan bersifat dan berkarakter positif-membangun sehingga efek yang diperoleh remaja adalah perihal yang baik dan bermanfaat. Namun sebaliknya diri-hancur bilamana kelompok yang dijadikan panutan berkarakter negatif-merusak.
Keberadaan sebuah kelompok bagi remaja ibarat sahabat karib yang begitu dekat dan akrab. Sebab menurut kaca mata remaja kelompoklah yang memberikan identitas-psikologis bagi mereka. Kelompoklah yang memberi andil dalam menghubungkan dunia subjektif remaja dengan realitas sosial yang majemuk dan beragam.