Lihat ke Halaman Asli

Slamet Samsoerizal

Fiksi dan Nonfiksi

Bungkuknya Si Udang (Bagian 3-Habis)

Diperbarui: 11 Agustus 2022   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karena di dasar laut yang ditemukan itu itu juga, Udang sesekali menyembul ke permukaan laut. Pertama kali sungutnya disembunyikan, matanya hanya menangkap hamparan laut lepas.

Kedua kali disimpulkan yang menabrak buritan kapal nelayan. Udang menenggelamkan diri lagi.  

Ketika ketiga kalinya sungutnya disembulkan,  radarnya menangkap sesuatu bentuk pulau di depannya.  Perlahan-lahan ia mengangkat tubuhnya dan mengambang ke permukaan laut.

"Istirahat sebentar, ah. Lumayan buat meregangkan pinggang. Lho tampaknya ada terowongan di sana. Asyik niiih, aku bisa rebahan dulu."

Tiba-tiba ia mendengar sesuatu.

"Hatchi ... hatchi ... Hachi"  terdengar ada yang bersin. Si udang terheran-heran.  Padahal ia yakin tak ada kehidupan di sini. Akan tetapi, suara itu berulang-ulang didengarnya.  Bahkan suara itu dirasakannya. Cipratan bersihnya menyemprot sekujur tubuhnya.

"Hei, siapa yang berani mengilik-ilik lubang hidungku? Songong amat ya? Awas, kalau kena kucincang kau. Kulumat sampai tak tersisa. Haaaahhscyiii!"

Udang berpikir keras. Jangan-jangan aku kesasar ke hidung raksasa atau monster laut.  Tubuh udang gemetar. Rasa takut melingkup. Ia ingin keluar dari terowongan itu.

Tapi harus bagaimana aku ini? Setiap kali yang menggesek-gesekkan  sungutnya,  terdengar bersin. Begitu seterusnya

 Ia nekad. Dengansungutnya yang tajam, akhrinya ia gesek-gesekkan ke dinding-dinding hidung binatang yang disangkanya terowongan.

Tak terelakkan lagi hidung binatang itu rasa sakit yang luar biasa. Binatang itu bersin sekencang-kencangnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline