Lihat ke Halaman Asli

Slamet Budiman

Selfemployed

CTL : Monolog Usang Saya

Diperbarui: 13 Januari 2016   15:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pak, dari dulu sampai sekarang saya masih bias dan rada gemas dengan yang namanya pelaksanaan CTL. Bias karena saya sampai sekarang belum dapat temukan produk hukumnya, nomor berapa, tahun berapa ?. Lalu apakah dimasukan/termasuk dalam lembar berita acara negarakah ?. Yang terpenting ingin tahu kontennya gimana sih ?. Mengikat atau tidak wajib ?... Gemasnya saya terutama pada penerapan yang dilakukan sebagian dari mereka.

Mencermati terminologi CTL itu sendiri [ Contextual Teaching and Learning ] saya pribadi tak anti justru memberi puji. Tapi tunggu dulu pak, apakah implementasinya sudah Bapak pantau secara konsisten ?. Menurut Bapak tepat sasaran ?. Atau sudah sesuai dengan kaidah produk hukumnya ?.

Baiknya tidak hanya sekedar menjadi salah satu kegiatan tertera dalam almanak tahunan saja yang berujung pada seremoni, jalan  - jalan lalu pudar meninggalkan esensi. Nih yang agak kepo...kenapa ya beberapa di antaranya berlangsung saat musim penghujan ?. Padat ya almanaknya...

Bukan Nominal idr Pak,..bukan itu....tapi yang ini pasti, buat mereka yang dalam jajaran peserta wajib belajar 9 tahun, pastilah mereka "Take It For Granted" plus begitu program akan segera tayang, merengeklah pada mimi dan pipi...kenapa de ? iya kan harus kasih tips buat supir bis dan pemandu tur [?].

Lho kalau mereka yang berlabel N dari sekian tahun lalu sampai sekarang mulai marak mempercantik diri, ya tidak masalah. Justru masalahnya ditengarai terjadi dan memberi imbas saat bulan ke-5 dan ke-6 berupa akumulasi nilai rupiah dalam hitungan juta hingga belasan juta [ sstt..saya cuma dengar dari "katanya", itu die jangan percaya, saya aja ndak percaya kok ]. Antar waktu nilai fluktuatif, beranjak naik tentu tak ubahnya supply dan demand yang berangsur pada general ledger, loss and profit.

Likuid saja label N itu menjadi label S pak. Ya jelas dooongg, S itu kan swadaya yang seluruh keperluan ybs harus disokong oleh ybs sendiri. Bapak, hal itu karena ada sebagian yang akan dialokasikan untuk schoolarship program, berprestasi tapi tak bergigi, seperti CSR gitu lho Pak. Tak seragam ya Pak, karena masing - masing seperti diperbolehkan berimprovisasi, tenor, bass, sopran.. 

Pak kemana larinya makna salah satu pasal dalam UUD 1945 untuk urusan hajat orang banyak. Maaf koreksi...makna iya tapi plus penetrasi.

Saya amini apa yang sudah ditulis oleh mas Nanang Sugiyanto, seperti ini:

"Pembelajaran Kontekstual [ Contextual Teaching and Learning/CTL ] merupakan suatu proses pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari - hari [ konteks pribadi, sosial dan kultural ]. Sehingga siswa memiliki pengetahuan/ketrampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan [transffered] dari satu permasalahan/konteks lainnya. CTL merupakan suatu konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja dan kelas yang bagaimanapun keadaannya".

Mas Nanang terima kasih ya.

Marwah Bapak itu adalah Tanpa Tanda Jasa kalau sekarang ada yang berTanda mungkin itu yang orang bilang namanya O, sutralah, toh tidak semuanya, masih banyak mereka yang Tanpa Tanda Jasa, semoga.

 

Salam CTL.

 

 

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline