Lihat ke Halaman Asli

Slamet Budiman

Selfemployed

Anggoro Widjojo yang Saya Kenal

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Oleh : Slamet Budiman

Bicara atau menulis artikel politik sebenarnya selalu saya hindari. Walaupun sebenarnya di kehidupan nyata seperti bekerja dalam sebuah perusahan baik swasta maupun BUMN pasti semuanya termasuk saya mengalami dampak putusan atau kebijakan yang diambil pimpinan atau kita sendiri yang sedikitnya mempertimbangkan aspek dari sisi politik.

Terkait berita penangkapan dan proses hukum selanjutnya terhadap Anggoro Widjojo, apakah pihak terkait saat ini memahami betul apa dan bagaimana SKRT itu ? Apa hanya sebatas pengetahuan bahwa SKRT itu adalah Sistem Komunikasi Radio Terpadu ? Lalu apa dan bagaimana produk atau pisik barangnya ? Korelasi dengan acara ILC tadi malam dengan tajuk, “Imlek: Anggoro Pulang Kampung” , mengutip pernyataan bahwa produknya adalah palsu, apakah mereka mengetahui merk dan spesifikasi produk tersebut ?.

Tulisan saya ini bukan merupakan pembelaan atau pemberian dukungan terhadap Anggoro Widjojo atau memposisikan sebagai pihak yang netral atau sebagai penyimbang berita. Hanya sebatas berbagi cerita dari sisi humanis seorang Anggoro Widjojo yang saya kenal, karena saya pernah bekerja dengan Beliau di PT. Masaro Radiokom selama 3 tahun, setelah sebelumnya mutasi dari PT.Masaro Indocom masih dalam satu grup perusahaan yang sama, Masaro Group.

Mengutip ucapan Anggoro Widjojo melalui pengacaranya, Tomson Situmeang, dalam acara ILC TV One tadi malam, atas tanggapan permintaan uang sekian milyar rupiah kepada Anggoro Widjojo,..”Gila rampok apa ini” [mohon maaf kalau salah kutip].

Saya benarkan respon Anggoro Widjojo seperti itu, karena memang Beliau yang saya kenal memiliki tipikal spontan dan lugas dalam menjawab/menanggapi/bertanya. Dan saya benarkan pula JIKA SEANDAINYA Anggoro Widjojo memenuhi/merealisasikan permintaan uang tersebut dikarenakan jika tidak akan mengancam usahanya [ PT. Masaro Radiokom ]. Bukan ketakutan atau kekhawatiran seorang Anggoro Widjojo jika PT. Masaro Radiokom harus “ambruk” atau “gulung tikar” tapi di dalamnya terdapat nasib ratusan pegawai PT. Masaro Radiokom beserta anak istrinya, yang menjadi “concern” Anggoro Widjojo atas kelangsungan hidup mereka.

Saya masih ingat betul bagaimana seorang CEO menikmati makan siangnya dari jeda bekerja berupa hantaran ransum dalam rantang oleh Ibu dan Istrinya, bukan hidangan dari restauran mewah sekitar Sudirman, Jakarta.



Supply terjadi karena adanya Demand dan keterpojokan, tidak melulu karena “ Business War”.

Tak hanya “company gathering” hingga “in-house Training” yang diberikan dan dibiayai Beliau kepada pegawainya [ berorientasi pada high level work ethic ] tapi sikap “humble” seorang CEO dengan tidak sungkan dan gengsi menyapa dengan senyum mulai level “office boy”.

Dan memang seperti itulah wajah Anggoro Widjojo yang saya kenal, perbedaannya sekarang terbersit gurat depresi yang sangat dalam dan memang bukan operasi plastik [www.republika.co.id/pengacara bantah anggoro widjojo operasi plastik, senin 3 Februari 2014].

Semoga kasus hukum mantan pedagang barang elektronik di harmoni ini dapat terselesaikan dengan baik, benar dan adil.

Apakah sesuatu yang nisbi ?




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline