Malam sebelum peristiwa itu terjadi.
Kala keheningan menyelimuti kota Medan, tepatnya di daerah Siantar. Di dalam bilik kamar berukuran tiga kali empat meter persegi. Di bawah terang bolam yang mengantung di langit -- langit rumah.
Tampak seorang dara ayu. Usianya sekitar dua puluh lebih. Berambut hitam panjang. Kulit kuning langsat. Perawakan tubuh langsing dengan long dress bercorak batik menempel di tubuhnya.
Seraya menyandarkan punggungnya di bantal. Ia sedang membaca sebuah majalah.
Tiba -- tiba HP yang disebelah tempat tidurnya berdering. Ring tone dengan lirik lagu pergilah kasih. Diangkatlah HP yang di samping tempat tidurnya tersebut.
Rupanya itu adalah telepon dari Yosua Alexander, kekasihnya. Yang sudah lama tidak pulang. Karena menjalani dinas bekerja di rumah seorang Irjen Rambo.
Yosua Alexander menggunakan video call Whats Up berkomunikasi dengannya.
Tampak wajah seorang pria tampan berkulit putih, bak actor bintang film korea.
"Manurung, bagaimana kabar kamu?" sapa hangat Yosua Alexander menyapanya.
"Baik, kak. Bagaimana kabar kakak disana?" tanya Manurung balik.
"Ya, di bilang baik, di bilang tidak baik. Ya, begitulah tugas seorang ajudan," balas Yosua Alexander.