Lihat ke Halaman Asli

Slamet Arsa Wijaya

Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Jejak Jiwa Separuh Cinta

Diperbarui: 10 November 2020   06:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Febby Syafitrim- bloger

Tak menyangka mawar yang merona di sudut langit terjatuh di atas gelombang. Walau berupaya mendayung tuk raih kembali, tetap menjadi mutiara jiwa. Kau dalam tenggelam.

Pesonamu pecah bersama buih-buih menjadi kristal selembut uap. Dalam doa, kau membentuk embun. Jadi masih ada asa bersamamu menyentuh wajah.

Andai kebencian yang mengiris-iris kalbu dan dendam jadi bara api, mustahil ada sisa-sisa doa. Karena harapan tlah habis.

Di batin ini nihil prasangka, kanvas masih putih tanpa coretan noda, apalagi nista. Sejatinya tangan ini dengan kuas-kuas halus akan mewarnai indah kanvas kehidupan cinta.

Padahal kau tak singkat menatap fajar yang bercerita tentang pagi. Sepertiku jua tak lekas puas pandangi cahayamu di antara kesejukkan berbungkus asri kedamaian.

Kau jadi kejora di dada, dan aku matahari mengawal siang. Petang hingga senja kita tetap bergandeng tangan. Pikirku di tiap relung terbagi cahaya. Ternyata banyak rongga masih kegelapan.

Alasan beda budaya tak sanggup seberangi karena debur dabar gelombangnya. Kenapa kau tanyakan saat langkah sudah di tengah jalan. Bukankah perbedaan dalam lingkaran cinta menjadi keindahan nyata.

Akhirnya air mata pun tak mampu membasuh keruh pikiranmu yang berkalung prasangka kecurangan. Lepaslah pertalian bukan lagi abstrak. Selamat berpisah Trump!.

*****

Bekasi, 10/11/2020

#esawe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline