Lihat ke Halaman Asli

Slamet Arsa Wijaya

Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Janganlah Gendong Sengsara Ratapi Penyesalan

Diperbarui: 30 September 2020   22:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jakpost.travel

Sahabat, bila senja datang lebih awal, kejarlah cahaya di antara lembayung. Biar tetap benderang di sekeliling sukmawi. Kesejatian jiwa sahaja mendung pun tak membelenggu pikiran. Ketika rembulan belum acuhkan dan bintang-bintang masih bertaburan bersholawat, buka gerbang dan buang keangkuhan itu. Lalu tangkap sinarnya tuk rambati relung-relung agar tak beku oleh dinginnya kepedulian.

Tak keliru sehatkan kemauan diri dan haus beragam pengetahuan. Selagi mampu menghayati di antara abjad dan memaknai ayat-ayatnya.  Niscaya bahagia dan kedamaian bukan perolehan semu. Dunia akhirat ceria bercahayakan ilmu penitik keadilan prinsip. 

Dalam sebening kaca kan perlihatkan segemerlap apa indah sanubari. Anugerah akan  dicantumkan di dinding kalbu tanpa banyak khilaf dan noda-noda dosa. Tapi bersyukurlah jika prerogatifnya tetap kita dapatkan, meski berjamin ketakwaan tanpa khianat. Andai tobatan nasuha mantap dilaksanakan pintu syurga kelak mempersilahkan.

Di sana bebas nikmati keserbaadaan dan melewati kenidahan paripurna. Pun segala kemewahan diberikan tanpa bandrol. Tapi jujur di kasat mata nampak sepi para perindu merayu mendayu dapatkan pahala. Selebihnya mengeroposi perilaku. Bahkan sampah kebohongan dan kemunafikan berserakkan kotori bumi yang dambakan kesalehan.

Sekat-sekat kolbu seolah dihimpitkan. Pantaslah jika tetap kerontang tak dapat tetesan ruhani. Meski hidran religius lancarkan wejangan untuk suburkan iman. Petuah-petuah jernih dalam lebatnya hujan tepat musim tak sepi mengalunkan berjuta indah impian.

Menara-menara juga tak sepi kabarkan tempat gemerlap kenikmatan. Sayang, yang tampak dengki berserakkan hingga sumbat telinga tak mampu seruan kebaikkan. Masing-masing asyik di kubang keacuhan tanpa hirau. Kecuali tiba kegelapan saat raga kepayahan dan tersesat karena tak paham rambu, dan gendong sengsara meratapi penyesalan. 

*****

Bekasi, 21/03/20

##Slamet Arsa Wijaya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline