Lihat ke Halaman Asli

Slamet Bowo Sbs

Sarana Berbagi

Sebeji, Manusia Sakti Pemanggul Bukit Kelam

Diperbarui: 4 Februari 2019   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bujang Beji atau dikenal dengan Sebeji

Namanya adalah Bujang Beji atau dikenal dengan Sebeji. Ia menjadi cerita awal keberadaan Bukit Kelam yang menjadi Batu Monolit terbesar kedua di dunia setelah yang berada di Australia. Dari namanya Bujang Beji, sudah diketahui bahwa ia berasal dari pedalaman timur Kalimantan Barat, di daerah ini nama Bujang menjadi satu di antara gelar yang memiliki ikatan kekerabatan dengan Kerajaan.

Dari ukuran Bukit Kelam yang sangat besar, maka bisa ditebak Bujang Beji adalah sosok Raksasa sakti mandraguna kalau dibandingkan dengan manusia sekarang.  Bagaimana tidak, ia membawa batu besar itu hanya dengan tujuh helai daun.

Meski belum masuk mata pelajaran sejarah, cerita Bujang Beji terus diwariskan secara turun temurun masyarakat Kabupaten Sintang, cerita ini pula yang melahirkan mitos seputar Bukit Kelam saat ini, seperti di larang berbuat asusila dengan kekasih di sekitar bukit karena menyebabkan hubungan tidak awet.

Cerita ini saya sadur dari dongengceritaanak.com, sebagai bentuk kepedulian turut melestarikan hikayat-hikayat lokal yang layak dijadikan teladan hidup sehari-hari masyarakat khususnya Kabupaten Sintang dan umumnya Kalimantan Barat. Saya berharap, cerita ini juga masuk buku pelajaran nasional sejajar dengan hikayat lain di nusantara seperti Malin Kundang dan yang lainnya.

Bujang Beji adalah seorang lelaki yang ternama sakti. Ia pemimpin pada masyarakatnya. Sikap dan perilakunya kurang terpuji. Karena menganggap dirinya sakti, ia menjadi sombong. Ia serakah, kejam, dan sewenang-wenang tindakannya. Hingga selama itu, tidak ada yang berani menentang atau melawannya. Takut pada kesaktian dan kekejamannya. Bujang Beji semakin buruk kelakuannya. Tindakan tidak terpujinya semakin menjadi-jadi.

Selain Bujang Beji, terdapat seorang pemimpin lainnya. Tumenggung Marubai namanya. Ia juga sosok yang sakti. Namun, ia tidak sombong, melainkan rendah hati. Tumenggung Marubai memimpin masyarakatnya dengan baik.

Masyarakat pimpinan Bujang Beji dan Tumenggung Marubai sama-sama mencari ikan. Agar tidak terjadi perselisihan tempat dalam mencari ikan, Bujang Beji dan Tumenggung Marubai bersepakat. Bujang Beji dan masyarakat pimpinannya akan mencari ikan di Sungai Simpang Kapuas. Tumenggung Marubai beserta masyarakat pimpinannya mencari ikan di Sungai Simpang Melawi. Masing-masing dari mereka tidak diperbolehkan mencari ikan di sungai yang bukan tempat mereka mencari ikan.

Tumenggung Marubai mengajari masyarakatnya untuk menangkap ikan dengan cara yang baik. Ia menggunakan bubu penangkap ikan. Hanya ikan-ikan yang besar saja yang ditangkapnya. Ikan-ikan kecil yang turut terperangkap dalam bubu dilepaskannya kembali.

"Tumenggung Marubai, mengapa ikan-ikan kecil itu dilepaskan kembali?" tanya salah seorang warga pimpinan Tumenggung Marubai.

Tumenggung Marubai menjelaskan, ikan-ikan kecil itu sebaiknya dibiarkan hidup terlebih dahulu. Biarkan mereka berkembang biak. "Kelak setelah ikan-ikan itu telah besar dan beranak pinak, barulah kita menangkapnya. Biarkan kembali ikan-ikan kecil yang turut tertangkap bersamanya nanti. Dengan cara itu ikan-ikan di Sungai Simpang Melawi ini tidak akan habis, meski kita terus menangkapnya," jelas Tumenggung Marubai.

Segenap orang yang dipimpin Tumenggung Marubai menjalankan perintah pimpinannya itu. Benar, ikan di Sungai Simpang Melawi senantiasa banyakjumlahnya. Bahkan, semakin banyak, meski mereka terus menangkapnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline