:Salwa
Hari ini, Nak. Kutanak rinduku di atas trotoar dan jalan yang membentang di pelataran jarak. Terasa begitu jauh dan pasi. Lampu jalan yang kian pendar, memasung wajah dan senyummu, sehingga aku tak dapat beranjak dari bayang-bayang; tentangmu.
Itukah langkah kaki yang sering kudengar? Celotehmu tentang segala sesuatu yang masih terngiang samar? Telingaku tak mampu mendengar apapun kecuali ingatan tentangmu, Nak. Tentang bagaimana baju baru dapat kupakaikan di badanmu, tentang bagaiamana sepatu baru dapat kularungkan ke kakimu.
Aku sering berandai-andai, andai musim tidak memiliki angin dingin sehingga kita tidak perlu menggigil. Sehingga engkau senantiasa berada di sampingku. Barangkali Ramadan kali ini tidak akan hanya berisi pilu.
Ingin kulipat senyummu menjadi origami sehingga bisa kumasukkan ke dalam saku. Agar senyum itu selalu kujadikan teman untuk menanggulangi musim yang berganti serampangan. Suatu saat, engkau akan pulang ke pelukanku dengan senyum dan tawa yang tak bisa tergantikan. Tapi untuk sekarang, mengenangmu adalah tamba yang aku perlukan.
Jalan-jalan ini, Nak. Suatu saat akan kita taklukkan.
**
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H