Lihat ke Halaman Asli

Malam Setelah Hujan

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13304447421920248366

Mari berbicara tentang malam.  Saat lampu-lampu taman dinyalakan, gelap berteduh di antara para pedagang kaki lima yang memenuhi perempatan. Larik-larik debu sisa tadi siang bergerombol di bawah atap langit, menyublim tanpa bekas seolah-olah mereka tak pernah ada. Barangkali begitu lah remah-remah bernama bahagia. Malam masih hujan, Sa. Setangkup pelukan buyar diguyur titik-titik air untuk kemudian jatuh berpeluh gigil.  Namun apa yang kita cari sesungguhnya selain secangkir kopi dan uar hangatnya? Tak ada, Sa. Harapan sudah tertinggal jauh di belakang, dan kita selalu telat menyadari bahwa mereka telah benar-benar pergi. Malam tak pernah memiliki rumah ataupun tempat singgah. Persis seperti aku.  Ya, aku yang menasbihkan diri sebagai anak semesta meski asa luka kerap kali timpang terburai di depan hati sendiri. Tapi tak pernah ada yang benar-benar terlepas meski siang kian meranggas. Kau lihat ujung gedung itu, Sa? Yang gelap dan basah dicumbui rinai.  Barangkali aku akan berteduh di sana, hingga malam usai.

*

Ilustrasi diambil dari sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline