Refleksi 2024 (1)
Tetaplah Menjadi Manusia yang Membutuhkan
Tetaplah menjadi manusia yang membutuhkan. Bila merasa sudah menjadi manusia yang dibutuhkan, lupa dan melupakan siapa yang sebelumnya telah membantu, lalu egois dan sombong. Maka, tidak dapat melakukan segala hal sendiri. Tetap membutuhkan orang lain.
(Supartono JW.23122024)
Tahun 2024 tinggal menghitung hari akan berakhir. Pertanyaannya, apakah hari-hari, minggu-minggu, dan bulan-bulan yang telah kita lalui sepanjang tahun 2024, sudah mengantar kita menjadi manusia yang bermaslahat bagi diri sendiri dan orang lain/pihak lain? Atau sebaliknya, justru kita malah masih tetap menjadi manusia yang gemar melakukan tindakan mudarat bagi diri sendiri dan orang lain/pihak lain?
Menjawab pertanyaan itu, kita sebagai makhluk sosial, mustahil dapat mengelak, beropini, membela diri, membuat justifikasi (pembenaran, alasan), apalagi sekadar "ngeyel", apakah kita sudah tergolong menjadi manusia bermaslahat atau manusia yang masih mudarat, sebab dalam diri sendiri, pikiran dan hati tidak dapat berbohong. Di lingkungan keluarga, masyarakat, kekeluargaan, sekolah, kuliah, kerja, dan lingkungan lainnya yang ada ikatan dan keterkaitan dengan diri kita, mereka semua adalah saksi hidup atas semua perilaku kita.
Membutuhkan, dibutuhkan
Pada kesempatan (1), dalam catatan akhir tahun 2024, saya wajib merefleksi diri tentang "manusia yang dibutuhkan". Pasalnya, hingga tahun 2024, sesuai fakta dan kejujuran diri, saya tetaplah manusia yang masih membutuhkan bantuan orang lain/pihak lain. Belum dapat membantu orang lain/pihak lain.
Sebagai manusia yang masih membutuhkan, secara pribadi, (1) Selalu berusaha sadar dan menyadari, dari mana diri saya berasal.
(2) Selalu ingat dan mengingat siapa yang berperan penting dalam perjalanan hidup saya. (3) Siapa yang selalu membimbing dan mendidik bagaimana menjadi manusia agar cerdas spiritual (SQ), cerdas intelegensi (IQ), dan cerdas personality (EQ).
(4) Siapa yang selalu mengingatkan agar menjadi manusia yang peduli, memiliki simpati-empati, tidak egois, tidak individualis, tidak sombong, tahu cara berterima kasih, tahu cara membalas budi, tahu cara bersyukur, dan menjadi redah hati.
Sebagai manusia yang masih membutuhkan, baik secara pribadi, dalam pekerjaan, dalam kemasyrarakatan, dalam organisasi/perkumpulan kekeluargaan, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara, saya juga selalu membutuhkan dan berharap orang lain/pihak lain, dapat mendukung, membantu, bekerjasama dalam bentuk moril/materiil, sesuai dengan konteknya. Dukungan, bantuan, kerjasama pun, yang saling memberikan manfaat dan keuntungan bersama, bermaslahat. Bukan dukungan, bantuan, kerjasama yang hanya mencari untung sendiri, hanya untuk kepentingan sendiri, enaknya sendiri.
Semoga, sebagai manusia yang masih membutuhkan, saat saya dibutuhkan oleh orang lain/pihak lain, saya selalu sadar dan mengingat (4) hal tetang manusia yang membutuhkan. Pasalnya, manusia atau orang-orang yang posisinya sudah "merasa dibutuhkan", tetapi lupa terhadap (4) hal tentang bagaimana menjadi manusia yang membutuhkan, maka akan menjadi manusia yang tinggi hati, sombong.
Maaf, dalam kehidupan ini, sepanjang pengamatan dan pengalaman sesuai fakta, orang-orang yang merasa levelnya "sudah menjadi manusia yang dibutuhkan, perilakunya:
1) Tidak sadar dan menyadari, dari mana dirinya berasal.
(2) Tidak ingat dan mengingat siapa yang berperan penting dalam perjalanan hidupnya.
(3) Lupa dan melupakan siapa yang selalu membimbing dan mendidik bagaimana menjadi manusia agar cerdas spiritual (SQ), cerdas intelegensi (IQ), dan cerdas personality (EQ).
(4) Lupa dan melupakan siapa yang selalu membantu, mengingatkan agar menjadi manusia yang peduli, memiliki simpati-empati, tidak egois, tidak individualis, tidak sombong, tahu cara berterima kasih, tahu cara membalas budi, tahu cara bersyukur, dan menjadi redah hati.