Indahnya sepak bola akar rumput Indonesia. Banyak wadah yang maunya mencari prestasi dengan cara instan. Lalu, menggembosi wadah-wadah sepak bola akar rumput yang lain, terutama yang berstatus pembinaan murni, dengan berbagai iming-iming.
Di saat bersamaan, para orang tua pun terhipnotis dengan iming-iming itu. Lupa diri. Lupa dari mana asal mula anaknya mengenal sepak bola. Hilang etika dan moral. Tidak tahu terima kasih. Tidak tahu diri. Tidak ada lagi rasa hormat, rasa menghargai wadah yang telah membinanya. Tidak ada rasa utang budi.
Open seleksi...
Jujur, maaf, saya tertawa, "membaca informasi dari berbagai media terutama medos, wadah-wadah "itu" mencari mangsa dengan tajuk klasik: "Open Selection" atau model lainnya, untuk merekrut siswa/pemain sepak bola. Iming-imingnya beasiswa. Sasaran usianya pun bukan lagi hanya anak-anak usia dini (PAUD) di bawah Usia 12 tahun, tetapi sampai usia 17 tahun.
Siapakah yang diiming-imingi? Apakah anak baru lahir yang belum mengenal sepak bola?
Yang pasti, hanya orang-orang yang tahu etika dan moral serta pandai bersyukur, tentu akan terhindar dari perbuatan menyakiti pembina sepak bola di wadah lain yang sudah berdarah-darah membina, dengan perbuatan mencomot pemain dengan berbagai dalih dan akal-akalan.
Tetapi bagi orang-orang yang tidak punya etika dan moral, tidak pandai bersyukur, kebetulan keberadaannya yang sedang atau masih "di atas", maka akan mengghalalkan segala cara mencomot siswa/pemain yang sudah dibina dan dididik wadah lain dengan muslihatnya.
Kebetulan pula, saat bersamaan, para orang tua yang ambisi, mau enaknya, mau gratisan, tidak punya etika dan moral, tidak pandai bersyukur, sedang "mewabah" di +62.
Tetapi bagi orang-orang yang tidak memiliki etika dan moral, tidak juga pandai bersyukur, maka perilakunya akan melebihi politisi. Apa yang diperbuat adalah demi kepentingan dan keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Tidak malu, pemain rekrutan dengan iming-iming beasiswa itu, dimainkan dalam kompetisi yang sama, yang juga diikuti oleh wadah pembinaan murni yang pemain ikut direkrut.
Lalu, dalam kompetisi, tanpa rasa risi dan rasa malu, karena tidak membina, hanya mencomot pemain, tetapi mencanangkan target setiap laga wajib menang. Di akhir kompetisi harus juara.