Timnas Indonesia U-20 akan melakoni laga kedua Grup F Kualifikasi Piala Asia U-20 2025 versus Timor Leste di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Jumat (27/9). Demi menjaga asa lolos sebagai juara grup, laga wajib dimenangi tim Garuda Nusantara.
Kendati saat ini, tim asuhan Indra Sjafri menempati puncak klasemen grup F dengan koleksi tiga poin, namun Dony Tri Pamungkas dan kawan-kawan hanya unggul selisih gol atas Yaman yang memiliki jumlah poin sama.
Bila cerdas
Sejatinya, baik secara matematis, head to head, persiapan tim, ranking FIFA, dll, di atas kertas, Timor Leste tentunya dapat dijadikan lumbung gol berikutnya bagi Garuda muda. Terlebih di laga pertama fase grup, tim yang diarsiteki Gopalkhrisnan juga takluk 1-3 dari Yaman.
Jauh sebelum kualifikasi berlangsung, Timor Leste pun dianggap sebagai tim terlemah di grup ini, dibandingkan Maladewa. Oleh sebab itu, bercermin dari kemenangan 4-0 atas Maladewa, Timnas Indonesia U-20 memiliki peluang untuk mejadikan Timor Leste lumbung gol berikutnya, dengan catatan, setiap pemain Garuda yang dipercaya turun berlaga benar-benar cerdas intelegensi (I) dan personality (P) di atas lapangan.
Saat meladeni Maladewa, saya sebut, para pemain yang diberikan kepercayaan turun gelanggang oleh Indra Sjafri, sudah tampil sangat menghibur sejak peluit kick off dibunyikan oleh wasit. Sayang, tampil menghibur yang bisa jadi sudah sesuai game plan, strategi, dan taktik dari pelatih, tidak dapat dipraktikkan dengan benar dan baik oleh beberapa pemain yang sangat nampak memiliki kendala dalam hal kecerdasan I dan P.
Sampai-sampai banyak publik/netizen/warganet bertanya, saat babak pertama meladeni Maladewa. Apa hanya itu, strategi dan taktik Indra Sjafri untuk menghadapi Maladewa. Menyerang dan terus menyerang tetapi buntu di depan. Finishing yang gagal pun seolah dilakukan oleh pemain "kampung, egois, individualis" yang seolah belum pernah berlatih di SSB/Klub/TC hingga bermain bersama Timnas U-20 selama ini. Tidak ada cara lain untuk membongkar pertahanan lawan dan mencetak gol?
Beruntung di babak 2, Indra menarik pemain yang "macet I dan P-nya), serta mengubah komposisi pemain di barisan depan, sehingga nampak bahwa pemain yang cerdas I dan P, pasti akan menjadi pembeda. Membuka pintu bagi tim memecah kebuntuan untuk menghasilkan gol dari permainan yang mengandalkan kerjasama. Bukan permainan egois dan individualis yang jauh dari cerdas.
Banyangkan, secara statistik, Garuda menciptakan 27 peluang tembakan ke gawang Maladewa. Tetapi hanya 10 tembakan yang on target. Ke mana yang 17 tembakan itu? Ini Timnas, lho? Dari 10 yang on target pun, hanya 4 yang sukses menjadi gol.
Apakah dalam konteks ini, pelatih andil dalam kesalahan strategi dan taktik? Saya pikir, ini adalah fakta tentang keberadaan pemain, yang sejatinya masih belum layak berjersey Timnas. Namun, karena yang ada di Indonesia hanya itu. Mau bagaimana lagi?
Jangan pertahankan