Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Tanggung Jawab Kewajiban, Kikir, dan Dermawan?

Diperbarui: 19 September 2024   15:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Bercermin dari "para guru", di antaranya ada yang sangat miskin harta, tetapi tetap peduli kepada keluarga, saudara, kerabat, hingga kepada lingkungan dan masyarakat. Bahkan sampai mendermakan untuk "kemaslahatan" atas dasar kemurahan hati, seperti memberikan bantuan uang kepada perkumpulan sosial, kekeluargaan sosial,  kegiatan sosial atau fakir miskin yang bila dikalkulasi "tidak seberapa", untuk ukuran "orang kaya harta".Tapi bagi orang kaya harta yang kikir, yang "tidak seberapa" itu justru "besar". Makanya, demi tidak terkurang hartanya, orang kikir, bahkan tidak akan "berbagi" meski "tidak seberapa".

Kewajiban saja dilalaikan

Dari kenyataan yang saya jadikan "guru", ternyata banyak saya jumpai orang-orang yang hidupnya tidak kaya harta, tetapi tetap dermawan. Memikirkan orang lain. Kegiatan untuk orang lain, dan berbagai hal untuk orang lain. Tidak takut meski dirinya sendiri kekurangan.

Setali tiga uang, saya juga melihat dan merasakan betapa banyak orang yang kikir. Pikiran, mata, dan hatinya sudah ditutup oleh dirinya sendiri untuk peduli kepada orang lain/pihak lain. Karenanya, tidak ada kamus berderma bagi mereka. Hal yang wajib saja, mereka suka melalaikan atau pura-pura lupa.

Semisal, seseorang memiliki kewajiban membayar iuran untuk sebuah "kegiatan". Sudah ada aturan kapan kewajiban itu harus dibayar ke pihak yang berhak. Tetapi, sering kali, yang berhak sampai menagih. Pun tidak dibayar-bayar. Jangankan memberikan derma suka rela/donatur/sponsor, yang wajib saja pura-pura lupa.

Mereka pastinya, jauh dari pemahaman derma atau sedekah yang berarti kebajikan, kepatutan, perbuatan yang benar, atau amal saleh, yang diperbuat dengan tulus ikhlas kepada sesama manusia.

Kikir 

Mengutip dari laman KBBI, di antara makna kata kikir adalah mempunyai arti terlampau hemat memakai harta bendanya; pelit; lokek, kedekut, pelit. Sedangkan kata turunannya, yakni kekikiran, memiliki arti perihal (sifat) kikir.

Seseorang yang kikir cenderung lebih mementingkan harta benda dan kekayaannya tanpa mempertimbangkan kewajiban sosial atau moral untuk membantu sesama.

Dari berbagai literasi, saya simpulkan bahwa sikap dam karakter kikir pada seseorang selain karena ada pengaruh bawaan, keturunan, juga sering kali terjadi karena kesalahan dalam cara berpikir. Banyak orang menjadi kikir karena merasa bahwa hidup ini akan berlangsung lama dan uang adalah hal yang paling penting.

Adanya pemikiran pada orang-orang yang redah spiritualnya (SQ), maka kecerdasan IQ dan EQnya (baca: bila cerdas) memiliki pandangan bahwa hidup di dunia ini akan lama (kekal). Inilah yang mendorong seseorang untuk menumpuk kekayaan tanpa batas. Mereka khawatir bahwa mereka akan kekurangan di masa depan.

Bahkan golongan orang-orang yang demikian, juga cenderung takut kehilangan yang bukan milik. Takut kehilangan jabatan, kedudukan, kekuasaan. Maka, berbuat licik, menanggalkan moral dan etika, pun dilakukan demi tujuan dan kepentingannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline