Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Saat Dianugerahi Kecerdasaan?

Diperbarui: 27 Agustus 2024   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW

Kecerdasan seseorang yang dirawat, dididik, dan dibina dengan benar dan baik, dapat megantar seseorang untuk meraih kebahagiaan dan keseimbangan hidup di dunia dan akhirat. Bagi yang tidak mampu meraih kebahagiaan dan keseimbangan dalam kehidupan di dunia, maka ada yang salah dengan kecerdasan otak dan hati-nya.

(Supartono JW.27082024)

Hingga negeri ini berusia 79 tahun, di antara masalah besar yang belum mampu diurai adalah persoalan pendidikan. Padahal dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1995 jelas diamanahkan:

...
Kemudian dari pada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat dengan berdasarkan kepada : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam alinea tersebut, terkait "mencerdaskan kehidupan bangsa", masih terus menjadi persoalan yang tidak kunjung dituntaskan. Padahal anggaran pendidikan 20 persen dari APBN.

Sepertinya, membuat rakyat tetap bodoh, malah menjadi program, demi sesuatu tujuan. Meneladani kebijakan dan akal licik penjajah kolonialisme.

Karenanya, "kelompok" orang-orang yang sudah sempat mengenyam pendidikan, banyak yang kemudian menjadi cerdas. Tetapi kecerdasannya justru digunakan untuk "membodohi" rakyat dengan senjata pendidikan yang sepertinya "dilemahkan".

Namun, terbaru, di negeri ini, orang-orang yang cerdas dan "menguasai" karena mendapat kursi amanahnya pun dengan cara yang tidak benar, malah kebablasan, bertindak, menganggap seolah semua rakyat Indonesia "bodoh". Akibatnya, rakyat pun menunjukan kemarahan.

Cerdas pikiran dan hati

Untuk itu, dalam artikel ini, saya angkat kembali persoalan kecerdasan seseorang, yang tidak harus kita dapatkan rapornya melalui tes. Tetapi cukup dapat dilihat dari ciri-ciri orang yang cerdas pikiran dan cerdas hati. Maka, tentu, akan terhindar dari perbuatan licik, yang menganggap orang lain bodoh. Atau melalukan perbuatan membodohi orang lain.

Dari berbagai literasi, ciri-ciri orang cerdas adalah:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline