Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Menjadi Pribadi yang Memudahkan

Diperbarui: 16 Juli 2024   09:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Iustrasi Supartono JW


Berbuat cerdas, benar, dan baik dengan memudahkan "perkara" (urusan/masalah) orang lain, serta amanah, akan mendatangkan kemaslahatan umat dan bagi diri sendiri di dunia dan akhirat.

Orang-orang yang licik, tidak amanah, akan memiliki tabiat dan gemar mempersulit perkara orang lain di lingkungan masyarakat, di perkumpulan, instansi, institusi, di grup sosial, di grup kelompok, di grup kekeluargaan, dll.

(Supartono JW.16072024)

Bagaimana rakyat jelata di negeri ini, tidak akan meneladani untuk berbuat mempersulit orang lain, demi keuntungan dan kepentingan pribadi, keluarga, kelompok, dan golongannya, yang menjadi pemimpin saja terus melakukan drama mempersulit orang lain (rakyat).

Sebagian besar rakyat yang lemah agamanya, belum mengenyam bangku pendidikan, akan sangat mudah mencontoh perbuatan mempersulit orang lain karena intelegensi (otak) dan personality (hati)nya belum cerdas. Miskin pikiran dan miskin hati.

Yang sudah mengenyam bangku pendidikan, ada yang cerdas otak dan hati, tapi karena meneladani perbuatan mempersulit orang lain, maka pikiran dan hatinya menjadi miskin. Kecerdasan otak dan hatinya berubah menjadi licik. Ibadahnya hanya topeng.

Contoh, memudahkan siapa?

Di negeri ini, ada menteri yang mengumumkan bakal membatasi pembelian bahan bakar minyak (BBM) subsidi per 17 Agustus 2024.

Pertanyaannya, mengapa ada kata-kata belum tepat sasaran? Lalu, dengan gampang bicara membatasi subsidi? Lagi-lagi, mudah sekali orang yang duduk di kekuasaan membuat "perkara" yang menyulitkan. Korbannya tetap rakyat jelata.

Siapa yang telah salah bertindak? Siapa pula yang selalu dijadikan korban penderitaan?

Setali tiga uang, memanfaatakan status mumpung masih menjadi pemimpin kekuasaan, demi ambisi dan kepentingan pribadi, malah membuat keputusan yang lebih kolonial di banding penjajahan kolonial untuk rakyat nya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline