Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

1445 H (23) Saat Aib Direncana

Diperbarui: 2 April 2024   01:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW

Berbuat dan menyebarkan aib adalah perbuatan keji. Mengapa zaman ini, hal aib malah ada yang merawat, mewarisi, dan menjadi komoditi. Demi melayani nafsu dan membohongi hati nurani?

(Supartono JW.02042024)

Doa Ramadan 1445 Hijriah hari ke-23 yang diajarkan para Ulama:

Artinya: "Ya Allah, sucikanlah aku dari dosa-dosa dan bersihkanlah diriku dari segala aib/kejelekan.Tanamkanlah ketakwaan di dalam hatiku. Wahai Penghapus kesalahan orang-orang yang berdosa."

Aib tak sengaja dan disengaja

Sehubungan dengan doa tersebut, maka hari ke-23 ibadah Ramadan, menjadi momentum yang benar dan baik, bagi kita bersikap dan menyikapi tentang aib sendiri dan orang lain. Sebab, aib itu tidak boleh disebarkan.

Sesuai KBBI, aib adalah malu, cela, noda, salah, dan keliru. Dalam Al-Qamus al-Muhith menjelaskan, secara bahasa, aib dapat didefinisikan sebagai cacat atau kekurangan. Sementara dalam Kitab ad-Dur al-Mukhtar, Al-Hasfaki menyampaikan bahwa sebagian ulama mazhab Hanafi menjelaskan aib dengan pengertian: Suatu bagian yang tidak ada dari asal penciptaaNya dan hal itu dianggap sebagai bentuk kekurangan.

Karenanya, aib dapat diartikan sebuah cela atau kondisi seseorang dilihat dari sisi keburukannya, atau hal yang tidak baik tentangnya.

Bagi saya pribadi, sebagai manusia yang lemah, jujur sesuai hati nurani, sering tak sengaja atau pernah sengaja melakukan perbuatan aib atau menyebarkan aib. Padahal tahu perbuatan dan menyebarkan aib adalah keji (sangat rendah: kotor, tidak sopan, dan hina.

Oleh sebab itu, melalui artikel ini dan setiap artikel yang saya tulis, bagi saya adalah sarana bercermin, refleksi untuk selalu memperbaiki diri, bertobat, dan memohon ampunanNya.

Jujur, secara hati nurani, saya sangat sedih, di zaman ini, melihat perbuatan aib yang disengaja, seolah menjadi lazim. Bahkan, bila diidentifikasi, orang/pihak yang berbuat aib dengan sengaja justru semakin banyak. Perbuatan aib malah dirawat, seperti dilestarikan menjadi tradisi dan budaya, karena ada tujuan sesuatu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline