Janganlah perbedaan dijadikan senjata demi kepentingan dan mencari keuntungan. Sadarlah bahwa keniscayaan hanya milik Tuhan.
(Supartono JW.11032024)
Bulan Ramadan 1445 Hijriah, sudah hadir. Seluruh Umat Islam di seluruh dunia pun telah bersiap menyambutnya dengan berbagai cara. Tidak terkecuali Umat Islam di Indonesia.
Di Indonesia, Minggu malam (10/3/2024) sudah ada yang melaksanakan Ibadah Tarawih. Sementara, hasil Sidang Isbat Pemerintah RI, menyatakan bahwa awal puasa dimulai 12 Maret 2024.
Perbedaan, keniscayaan
Sebab, bulan Ramadan tahun ini, di +62 bertepatan dengan sedang berlangsungnya proses penghitungan suara hasil Pemilu (Pilpres dan Pileg), maka penentuan awal Ramadan pun, menjadi hal yang signifikan seperti kasus Pemilu. Meski sebelum Pemilu, beberapa tahun belakangan ini, di +62 konsisten terjadi perbedaan awal bulan Ramadan.
Perbedaan itu pun terus dijadikan senjata pembenaran oleh siapa yang sedang menjabat duduk di pemerintahan. Dan, siapa yang ada di balik pemerintah. Hingga rakyat yang belum mendapat kesempatan terdidik dengan benar, menjadi seperti kerbau dicucuk hidung. Menurut saja apa yang diputuskan oleh pemerintah.
Sejatinya, dalam kehidupan ini, perbedaan adalah keniscayaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keniscayaan adalah keadaan (hal) niscaya, yaitu tentu; pasti; tidak boleh tidak. Jadi, keniscayaan adalah keadaan yang sudah tentu atau sudah pasti. Keniscayaan adalah keadaan yang tidak boleh tidak atau tidak bisa tidak.
Dalam ajaran agama Islam di tegaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia menjadi berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dengan perbedaan laki-perempuan, bentuk wajah, warna kulit, bahasa, adat istiadat, dan keyakinan agama. Kemajemukan perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan dari kehendak Allah. Jadi, keniscayaan adalah milik Allah. Keniscayaan itu milik Allah. Kita bisa mencapai-memperoleh "segala sesuatu" karena campur tengan Allah.
Karenanya, sebab perbedaan yang diciptakan Allah adalah keniscayaan, maka perbedaan itu diciptakan sebagai wujud anugerah. Bukan sebaliknya menjadi dasar permusuhan, yang dapat menghadirkan berbagai macam "ancaman" bagi bangsa dan negara ini.
Perbedaan yang diciptakan dari hasil pemikiran manusia, selamanya, serba relatif, tidak mutlak. Apalagi niscaya. Oleh sebab itu, perbedaan yang dihasilkan tentang apa pun, tidak boleh ada yang mengklaim diri paling benar. Ingat, sekali lagi, kebenaran mutlak hanya milik Yang Maha Benar yaitu Allah SWT.