Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Masih Ada Waktu untuk Berakal Sehat

Diperbarui: 6 Februari 2024   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW

Melakukan sikap dan perbuatan dalam kondisi jiwa dan raga yang akal sehat, maka hasilnya adalah kemasalahatan bagi dirinya dan umat manusia di lingkungan keluarga, lingkungan sekitar, lingkungan kerja, lingkungan sosial, hingga lingkungan berbangsa dan bernegara.(Supartono JW.06022024)

Kontestasi politik 2024 tinggal menghitung hari. Sebelum pihak yang diberikan amanah menjalankan Pemilu, melaksanakan debat Pilpres terakhir sesuai agenda, di Republik ini, para akademisi sudah turun gunung, karena menggunakan akal sehat.

Akal sehat=akal budi=nalar wajar atau nalar umum adalah penilaian yang masuk akal dan praktis mengenai masalah sehari-hari atau kemampuan dasar untuk melihat, memahami, dan menilai dengan cara yang umumnya dimiliki oleh hampir semua orang.

Sesuai KBBI, akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu dsb), pikiran, ingatan, jalan atau cara melakukan sesuatu, daya upaya, ikhtiar, tipu daya, muslihat, kecerdikan, kelicikan, kemampuan melihat cara memahami lingkungan.

Sementara sehat adalah baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras, mendatangkan kebaikan pada badan, sembuh dari sakit, baik dan normal, boleh dipercaya atau masuk akal, berjalan dengan baik atau sebagaimana mestinya (tentang keadaan keuangan, ekonomi, dan sebagainya), dijalankan dengan hati-hati dan baik-baik (tentang politik dan sebagainya).

Sesuai akal sehat

Sesuai akal dan sehat itu, para akademisi, kali ini sudah menggunakannya dengan benar.

Sikap akademisi dari berbagai kampus di Tanah Air yang menyuarakan kritik untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui mimbar akademik, diawali oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), yaitu menyampaikan petisi sebagai kritik terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dianggap telah melakukan tindakan menyimpang di tengah proses demokrasi, memberikan justifikasi bahwa akal sehat, tidak bisa dibohongi. Akal sehat tentu akan bergerak sesuai hati nurani, karena ada perbuatan menyimpang.

Mirisnya, perbuatan menyimpang ini justru dilakukan oleh orang yang seharusnya menjadi teladan untuk seluruh rakyat Indonesia, karena posisinya sebagai Presiden yang dalam dua periode dipilih oleh rakyat melalui drama politik. Sebab, rakyat jelata tidak tahu apa yang terjadi di balik drama itu.

Tetapi kini, rakyat jelata menjadi tahu, ternyata Presiden akhirnya sampai diberikan petisi oleh berbagai kampus, oleh para akademisi, karena telah berbuat dan bersikap menyimpang. Persoalan mengapa para akademisi baru sekarang bersikap, ini menjadi pertanyaan. Tapi biarlah, rakyat yang cerdas otak dan hati dari hasil telah terdidik dengan benar dan baik, tentu sudah tahu kisahnya.

Yang pasti, diawali oleh petisi 'Bulaksumur' yang dibacakan pada Rabu (31/01/2024), akademisi UGM menyampaikan berdasarkan hasil pencermatan dinamika perpolitikan Tanah Air yang terjadi beberapa bulan terakhir. Melalui petisi itu, mereka menyampaikan keprihatinan mendalam atas tindakan menyimpang dari prinsip-prinsip moral demokrasi, kerakyatan dan keadilan sosial oleh Presiden Jokowi yang juga sebagai alumnus UGM. Kemudian, petisi ini diikuti oleh gerakan yang sama dari berbagai kampus lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline