Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

"Menguasai" yang Benar dan Baik

Diperbarui: 12 Januari 2024   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Mampu menguasai diri, saat bersikap, bertindak, berperilaku, berakibat pada perbuatan obyektif, adil, jujur, dan amanah, sebab cerdas IQ-EQ berpondasi religi. Menggaransi seseorang dapat menguasai berbagai hal yang bersinggungan dengan dirinya di lingkungan: keluarga, masyarakat, sekolah, kuliah, pekerjaan, paguyuban, kekeluargaan, grup, kelompok, hingga kehidupan berbangsa dan bernegara.

(Supartono JW.12012024)

Di berbagai bidang kehidupan, agar semua hal dapat berjalan secara alami (wajar) dan ilmiah (sesuai ilmu pengetahuan), lalu tercapai visi-misi-tujuan, maka setiap individu manusia wajib memiliki kemampuan atau kompetensi (kesanggupan, kecakapan, kekuatan) tentang "menguasai" sesuatu sesuai bidang, minat, bakat, passion, pekerjaan, dll.

Dalam KBBI, menguasai berarti berkuasa atas (sesuatu), memegang kekuasaan atas (sesuatu). Lalu, mengenakan kuasa (pengaruh dan sebagainya), dapat mengatasi keadaan. Arti berikutnya mengurus, menahan, mengendalikan. Dan, mampu sekali dalam bidang ilmu.

Berdasarkan makna menguasai tersebut, ternyata kini di +62 ada yang sedang berkuasa/memegang kekuasaan, nyatanya malah tidak dapat mengatasi keadaan, tidak dapat menahan, tidak dapat mengendalikan diri, sebab justru membuat gaduh suasana di seantero republik ini.

Berbuat dan bertindak tidak alami, tidak wajar, tidak ilmiah. Tidak dapat dijadikan teladan dan panutan, karena saat menguasai, malah berbuat untuk kepentingan diri dan keluarga serta kelompok/golongan yang masih setia dan mendukung, meski jalannya salah.

Setali tiga uang, betapa banyak manusia Indonesia, mulai dari rakyat jelata hingga elite yang tertular dan semakin gemar menguasai berbagai lini kehidupan dengan cara yang tidak wajar, tidak ilmiah. Membikin gaduh suasana dengan berbagai sikap dan perbuatan licik yang membawa kemudaratan dan sejenisnya.

Ini semua terus terjadi karena signifikan dengan pendidikan Indonesia yang masih terus tertinggal dari negara lain.

Bagaimana dengan pemimpin negeri yang jabatannya tinggal menghitung bulan? Bagaimana dengan calon pemimpin bangsa  yang kini sedang bersaing? Siapa yang menguasai dalam arti mampu menjadi pemimpin yang layak?

Contoh tak menguasai

Hasil pendidikan di Indonesia berdasarkan penilain PISA, adalah fakta bahwa para peserta didik di Indonesia yang dinilai sesuai standar PISA, masih terbatas yang menguasai literasi, matematika, dan sains.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline