Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Mendidik, Melatih, dan Membina Diri agar Tidak Egois

Diperbarui: 14 November 2023   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Memerankan tokoh jahat, salah satunya berkarakter egois, bagi sebagian aktor panggung/sinetron/film, bukan perkara sulit.Pasalnya, dalam kehidupan nyata, karakter egois masih lekat dan dekat dengan kehidupan masyarakat. Akibat dari pendidikan yang masih belum sesuai harapan. Kemiskinan dan penderitaan masih menjadi sahabat karib rakyat. Dalam keseharian, kita jadi sangat mudah menemukan tindakan  egois.

Bahkan, orang-orang yang dekat dengan kita, sudah kita anggap seperti saudara dan keluarga, malah sangat ringan menunjukkan perbuatan egois yang tidak pernah kita duga. Dilakukan oleh orang yang kita kenal dengan baik.

Sementara di level pemimpin, fakta terkini, di +62 juga masih berlangsung sandiwara dengan tema egois yang pemerannya justru pemimpin bangsa ini. Rakyat pun tidak menyangka, mengapa sosok yang seharusnya menjadi panutan, malah berbuat egois demi kepentingan dan keuntungannya sendiri.

Lelah, capai, menyakitkan

Lelah tidak? Capai tidak? Menyakitkan tidak, sih? Dekat dengan orang yang egois? Apalagi selama ini, menjalin hubungan dengan orang, ternyata egoisnya, tidak dapat disembuhkan?

Jangan-jangan, saya ternyata tergolong orang yang masuk kualifikasi egois. Jadi, yakin, orang yang dekat dengan saya. Orang yang menjalin "hubungan" dengan saya, pasti lelah menghadapi saya. Capai dan menyakitkan.

Jangan-jangan, saya memang benar, orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Tanpa memikirkan dan memperhatikan dampak dan akibatnya kepada orang lain.

Bisa jadi, sikap dan perbuatan saya membuat orang lain lelah. Sakit hati. Sebab, ternyata saya hanya peduli pada kepentingan diri saya.

Bila begitu, apakah saya orang yang salah bergaul, adaptasi dalam lingkungan dan budaya? Atau saya memiliki masalah dalam genetika atau neurobiologi? Atau saya adalah orang yang memiliki gangguan kepribadian?

Dikutip dari laman Psych Central, keegoisan dapat didefinisikan sebagai sifat yang membuat orang sering bertindak demi kepentingan mereka sendiri. Hal itu cenderung tanpa memperhatikan bagaimana tindakan mereka dapat berdampak pada orang lain.

Selanjutnya, dalam kamus American Psychological Association, "keegoisan" didefinisikan sebagai kecenderungan untuk bertindak berlebihan atau semata-mata dengan cara yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dirugikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline