Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional, sosial, dan pengamat sepak bola nasional. Ini Akun ke-4. Akun ke-1 sudah Penjelajah. Tahun 2019 mendapat 3 Kategori: KOMPASIANER TERPOPULER 2019, ARTIKEL HEADLINE TERPOPULER 2019, dan ARTIKEL TERPOPULER RUBRIK TEKNOLOGI 2019

Meneladani Orang-Orang yang Mentalitas dan Moralitasnya Benar dan Baik

Diperbarui: 13 Juli 2023   14:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW

Sudah dibantu-ditolong-difasilitasi-diberikan kemudahan, didukung, dibela, ... dan ... . Untuk sesuatu yang diperlukan, dibutuhkan, diprioritaskan bagi kepentingan pribadi, kelompok, golongan, ... dan ... . Namun, sebab rendahnya mentalitas dan moralitas, pelajaran tentang tahu berterima kasih dan tahu diri, hilang tidak bertepi. Bahkan, sekadar komunikasi pun tidak terjadi, apalagi untuk membalas budi.

(Supartono JW.13072023)

Banyak orang kaya pikiran, kaya hati, luas hati. Pandai bersyukur. Selalu tidak berpikir dan berbuat untuk kepentingan dan mencari keuntungan dirinya sendiri atau golongannya atau lainnya,  karena apa pun yang diperbuatnya, mencerminkan bahwa dia telah selesai dengan dirinya sendiri. Maka, mentalitas dan moralitas dalam dirinya, senantiasa ada di tempat, situasi, dan waktu yang benar dan baik.

Sebaliknya, banyak orang miskin pikiran, miskin hati, tertutup hati. Tidak bersyukur. Selalu berpikir dan berbuat untuk kepentingan dan mencari keuntungan dirinya sendiri atau golongannya atau lainnya,  karena apa pun yang diperbuatnya, mencerminkan bahwa dia belum selesai dengan dirinya sendiri. Maka, mentalitas dan moralitas dalam dirinya, senantiasa tidak ada di tempat, situasi, dan waktu yang benar dan baik.

Menyedihkan

Sedih pertama, di lingkungan elite negeri ini. Ada yang orang yang kini menjadi sorotan masyarakat Indonesia. Pasalnya, yang bersangkutan dianggap kompeten dan memiliki kemampuan mengentaskan beberapa bidang sesuai dengan profesionalismenya. Tetapi, karena langkah-langkahnya hanya sebuah kamuflase demi sebuah tujuan yang lebih tinggi. Maka, bidang-bidang yang diemban pun sekadar sebagai jembatan pengantar. Atau lebih kerennya, orang-orang lebih sering menyebut sebagai kendaraan politik.

Identifikasinya, sejak awal menduduki jabatan. Lalu, diagung-agungkan. Tetapi yang seharusnya menjadi pondasi dan ditangani dengan sungguh-sungguh, malah belum pernah disentuh. Hebatnya, gebarakan demi gebarakan diluncurkan dengan berbagai dalih, meski dengan cara instan. Mau ke arah mana tujuan?

Kini, narasi demi narasi pun diluncurkan seiring sejalan dengan jejaknya di atas kendaraan. Media massa, media televisi, netizen, warganet, para buzerRp pun jadi ikut meramaikan. Apa isi narasinya. Untuk siapa diarahkan? Apa maksudnya? Apa tujuannya?

Menyedihkan, bila nyatanya, apa yang kini diemban, hanya dijadikan sebagai batu loncatan. Karena demi kepentingan pribadi, kelompok, golongan, partai, dan oligarkinya. Masyarakat yang tadinya mengelu-elukan, sedikit demi sedikit paham atas fakta dan kenyataan dari sikap dan perbuatan yang disajikan sendiri di depan wartawan.

Sedih kedua, di lingkungan masyarakat biasa. Tidak henti saya menemukan orang-orang yang sudah dibantu, sudah ditolong, sudah difasilitasi, sudah diberikan kemudahan, sudah didukung, sudah dibela, sudah titik-titik dan sudah titik-titik. Untuk sesuatu yang diperlukan, dibutuhkan, diprioritaskan bagi kepentingan pribadi, kelompok, golongan, ... dan ... . Namun, sebab rendahnya mentalitas dan moralitas, pelajaran tentang bagaimana tahu cara berterima kasih dan tahu diri, hilang tidak bertepi. Bahkan, sekadar komunikasi pun tidak terjadi, apalagi untuk membalas budi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline