Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Prioritaskan Menjadi Pembaca dan Pendengar yang Benar, Baik, dan Cermat

Diperbarui: 28 Juni 2023   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW

Menjadi pembaca (menonton, melihat, memperhatikan, mengamati, dll) dan pendengar yang benar, baik dan cermat, maka Anda akan menjadi orang yang cerdas memahami: apa-siapa-mengapa-kapan-di mana, dan bagaimana sebuah peristiwa/masalah terjadi. Anda akan menjadi orang yang pandai bersyukur, menghargai, menghormati. Lalu, tahu diri, memiliki empati dan simpati, berbesar hati, dan rendah hati. Selalu dapat menjadi bagian dari solusi penyelesaian masalah, bukan menambah atau pembuat masalah baru.

Drs. Supartono, M.Pd. / Supartono JW. Pengamat, praktisi pendidikan nasional dan sosial. Pengamat, praktisi sepak bola nasional.

Sebuah catatan pekan ke-13 Liga Fair Play (LFP) U-14. Depok, 18 Juni 2023

Setelah Pekan ke-11, saya membuat penilaian selama 10 pekan bergulirnya Kompetisi Sepak Bola Usia Dini bernama Liga Fair Play (LFP) U-14 yang dihelat oleh Indonesia Junior Soccer League (IJSL). Kemudian di Pekan-12, saya menyoroti masalah kompetensi pedagogi para pelatih di kompetisi ini, seharusnya, pelaksanaan kompetisi di Pekan ke-13 dapat berjalan sesuai ekspetasi saya, yaitu semakin mengerucut ke arah yang lebih benar dan baik, mendekati tujuan utama dari digelarnya kompetisi LFP ini.

Siswa/pemain dan orangtua 

Namun, ada peribahasa: "tidak ada gading yang tak retak" maksudnya, di antaranya adalah segala sesuatu tidak hadir dalam kelebihan atau kesempurnaan. Namun juga memiliki kekurangannya masing-masing.

Sesuai peribahasa tersebut, di Pekan ke-13 ternyata masih ada perbuatan pelaku di kompetisi LFP yang memancing emosi pihak lawan. Mirisnya, pihak lawan pun meladeni dan ikut terpancing emosi. Data dan identifikasi tim yang melakukan provokasi, memancing emosi, dan tim yang terpancing emosi ada catatannya di panitia. Panitia pun akan melakukan tindakan edukatif bagi tim-tim bersangkutan. Pasalnya selain provokasi dilakukan oleh pemain di lapangan, orangtua siswa di tribun penonton pun, masih sering ke luar jalur dalam menyemangati putra dan tim yang dibelanya.

Masih ada orangtua yang suara lantangnya terdengar hingga ke seluruh penjuru Lapangan Ayo Arena. Itu sangat tidak etis. Selain orangtua tersebut merendahkan diri sendiri, juga membuat citra tim yang dibela putranya menjadi tidak baik, teriakan provokatif sangat mengganggu LFP yang namanya jelas-jelas Liga Fair Play.

Kendati sikap provokatif pemain dan orangtua dilakukan oleh satu-dua tim saja di Pekan ke-13, tetap hal ini wajib diapungkan, sebab kompetisi LFP yang untuk pertama kalinya digelar di negeri ini, Indonesia, oleh pihak swasta, tinggal menyisakan dua pekan lagi usai. Harapannya, kompetisi LFP sebagai pilot project, pada akhirnya dapat memperoleh rapor benar dan baik sebagai tolok ukur untuk kompetisi selanjutnya atau sebagai bahan masukan PSSI dan stakeholder terkait di Indonesia.

Menjadi pembaca dan pendengar yang benar dan baik

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline