Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

(27) Bila Selesai dengan Diri Sendiri, Orang Lain/Pihak Lain Nyaman

Diperbarui: 18 April 2023   22:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono


Menjadi orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, salah satu tabiatnya adalah toleran.

(Supartono JW.Ramadan27.1444H.18042023)

Berbagai media massa, terutama online, pada Selasa  (18/4/2023), di hari ke-27 Ibadah Ramadan 1444 Hijriah, masih terus membincang masalah perbedaan Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Terutama, karena pada tahun ini, ada pemerintah daerah (pemda) yang tidak mengizinkan penggunaan fasilitas publik untuk pelaksanaan Salat Idul Fitri 1444 Hijriah atau 2023 Masehi pekan ini.

Tanggapan Menag

Atas sikap pemimpin daerah yang dianggap intoleransi tersebut, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengimbau pemerintah daerah atau pemda mengakomodir warga masyarakat yang melaksanakan Salat Idul Fitri 1 Syawal 1444 Hijriah pada Jumat, 21 April 2023 untuk memanfaatkan fasilitas umum atau lapangan umum.    

"Saya mengimbau kepada seluruh pemimpin daerah agar mengakomodir permohonan izin fasilitas umum untuk penggunaan kegiatan keagamaan selama tidak melanggar ketentuan perundang-undangan," ujar Yaqut, dikutip dari laman Kementerian Agama, Ahad, 16 April 2023.

Sebelum Menag bersuara, atas tidak diizinkannya fasilitas umum digunakan untuk Salat Idul Fitri 1444 Hijriah, bagi warga yang akan melaksanakan pada Jumat (21/4/2023), berbagai pihak, media massa, media online, hingga media sosial (medsos) dipenuhi pemberitaan dan komentar yang semunya mengganggap, kepala daerah yang tidak memberi izin, telah bersikap INTOLERAN. Sebab, tidak membolehkan tempat umum dipakai ibadah untuk masyarakat yang berbeda hari dalam merayakan Salat Idul Fitri.

Toleransi menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) memiliki makna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.

Sikap kepala daerah, selain dianggap intoleran, juga banyak disebut oleh warganet/netizen, tidak paham fasilitas umum adalah milik semua rakyat, tidak terkeculi. Rakyat wajib membayar pajak, BPJS, dan kewajiban lainnya, maka selain masalah intoleran dalam hal agama, pemimpin daerah juga dianggap tidak memahami fungsi dan kedudukan tempat umum.

Lebih dari itu, juga dianggap tidak paham tentang Pancasila, Pembukaan UUD 1945, dan isi UUD 1945.

Sungguh, di tengah seluruh umat muslim hendak merayakan Hari Kemenangan, meski bisa jadi akan ada perbedaan pelaksanaan  Salat Ied, perilaku tidak memberikan izin atau pelarangan penggunaan fasilitas umum yang memang milik rakyat, bukan hanya membuat tidak nyaman umat Islam. Tetapi umat beragama lain pun menjadi saksi atas DRAMA INTOLERANSI, yang seharusnya tidak terjadi di Republik ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline