Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

(21) Bilakah Saya Sombong?

Diperbarui: 12 April 2023   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Tidak sombong itu: tahu diri, rendah hati. 

(Supartono JW.Ramadan21.1444H.12042023)

Alhamdulilah, fase 10 hari kedua sudah kita lewati, kini umat muslim memasuki fase 10 hari ketiga bulan Ramadhan/Ramadan 1444 Hijriah.

Amal dan lailatul qadar

Artikel ini saya berikan judul "Bilakah Saya Sombong". Tujuan utamanya adalah untuk mengingatkan diri saya sendiri, agar saya tidak melakukan sikap sombong. Bilakah artinya kapan.  Jadi, selama ini, kapan, secara sadar dan tidak sadar, tentu ada sikap sombong yang saya lakukan. Dan, semoga juga dapat bermanfaat bagi pembaca untuk instrospeksi dan merefleksi diri dari sikap sombong. Diksi "Saya" maksudnya adalah saya dan saya-saya yang lain (kita).

Di hari ke-21 ibadah Ramadan, fase 10 hari terakhir ketiga, yaitu pembebasan dari api neraka, akan menjadi tonggak bagi kita semua, apakah akan dapat melalui fase ini dengan benar dan baik.
Pasalnya, di hari- hari terakhir ini umat Islam dijanjikan terbebas dari api neraka dengan amalan-amalannya. 

Sementara, amal perbuatan saya, kita, tergantung pada apa saja yang di lakukan selama massa penutupan. Sepuluh hari terakhir ramadan juga diyakini sebagai datangnya lailatul qadar.  

As-Salam dalam Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan Lailatul Qadar (2011) menjelaskan, kata lail atau lailah memiliki arti 'malam hari'. Sementara itu, qadar bisa merujuk pada 'ukuran' atau 'ketetapan'.

Ditinjau secara etimologis, lailatul qadar dapat didefinisikan sebagai 'malam ketika Allah menetapkan perjalanan hidup manusia'. Secara terminologis, pengertian lailatul qadar adalah 'malam yang agung' ataupun 'malam yang mulia'.

Mengutip dari buku Fiqih Wanita karya M. Abdul Ghoffar, malam lailatul qadar jatuh pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan. Tepatnya, lailatul qadar terjadi pada malam-malam ganjil di bulan tersebut, yakni malam dua puluh satu, dua puluh tiga, dua puluh lima, dua puluh tujuh, dan dua puluh sembilan. Di anatara dasarnya adalah ada dalam hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda: "Lailatul qadar itu berada pada sepuluh malam yang terakhir dari bulan Ramadan."

Sombong, kesombongan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline