Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

(5) Menjadi Aktor-aktris di Kehidupan Nyata yang Menjaga Lisan dan Tulisan

Diperbarui: 27 Maret 2023   17:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW


Bila dalam diri kita sudah tertancap kuat karakter pribadi yang fair play, yaitu kesatria, jujur, wajar, dan adil. Serta menjadi pribadi yang tahu diri, rendah hati  karena cerdas intelegensi dan personality, kaya pikiran dan kaya hati, maka kita akan dapat selalu menjaga, mengontrol, mengendalikan lisan dan tulisan kita di mana pun, kapan pun, kepada siapa pun, terutama di grup wa, twitter, dll.(Supartono JW.Ramadhan5.1444H.27032023)

Ibadah Ramadhan 1444 Hijriah sudah memasuki hari ke-5, namun produksi kata-kata yang tidak benar, tidak baik, tidak santun, tidak etis, sok tahu, menghujat, merendahkan, kasar, dan sejenisnya terus mengalir dari manusia-manusia tidak tahu diri dan menjadi drama yang memprihatinkan di kehidupan nyata, dalam bulan yang penuh berkah.

Bahkan, bukannya surut, eskalasi kata-kata buruk dalam kolom komentar artikel atau berbagai jenis media sosial (medsos) justru meningkat. Terlebih, terbaru adanya kasus penolakan Timnas Israel U-20 hingga FIFA membatalkan drawing Piala Dunia U-20 yang sedianya digelar pada 30 Maret 2023 di Bali.

Sementara, pengguna medsos bernama twitter dan whatsapp (wa) pun sulit sekali  terhindar dari serbuan kata-kata tidak benar dan tidak baik, hasil karya dari pikiran dan hati manusia yang tidak bersih. Sebab, banyak manusia cerdas yang tetap memproduksi kata-kata tidak benar dan tidak baik di twitter dan wa demi menyerang, menentang, menantang, menghina, melecehkan pihak lain/yang berseberangan. Pun ada produksi kata-kata tidak benar dan tidak baik yang memang diketik oleh manusia tidak terdidik, tidak cerdas, pikiran dan hatinya pun tidak bersih.

Meski dari mereka banyak yang tahu ungkapan "mulutmu, harimaumu". Maknanya adalah perkataan bisa menjadi "senjata tajam" sehingga dapat menyakiti orang lain jika tidak dijaga.

Ungkapan tersebut juga menjelaskan agar kita dapat selalu mengontrol, mengendalikan diri, tahu diri, serta menjaga lisan kita ketika berbicara baik secara verbal (lisan) mau pun tertulis (di medsos).

Rasul pun memberikan nasihat dalam hadisnya: "Selamatnya manusia karena mampu menjaga lidahnya." (HR Bukhari). Hadis lainnya, "Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau (jika tidak bisa) lebih baik diam." (HR Bukhari dan Muslim).

Dua landasan hadis ini jelas mengingatkan agar berhati-hati dalam berbicara. Kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun.

Sebab kini dunia sudah bergeser, penuh gadget, komunikasi pun sudah diganti dengan tulisan  baik dalam bentuk twitt, komentar, pendapat, kritik, saran, masukan, maka, dua hadis tersebut juga dapat mengingatkan agar kita berhati-hati dalam menulis komentar, kritik, pendapat, dll. Kapan pun, di mana pun, dan kepada siapa pun.

Pribadi berjiwa fair play

Terkait produksi kata-kata tidak baik dan buruk ini, kini sangat mudah kita jumpai di kolom komentar yang tersedia di setiap akhir berita atau artikel media massa apa pun, khususnya media online. Lalu juga sangat mudah kita temukan dalam twitt orang-orang yang cukup dikenal di Republik ini, sebab tidak tahu pangkalnya, meski saya tidak menjadi pengikutnya, saya tetap dapat notifikasi twitt yang selalu negatif dari mereka-mereka.

Cukup memprihatinkan. Pasalnya, saya tahu, mereka-mereka yang sangat aktif nge-twitt, ada yang memang menjadi pekerjaannya, ada yang menjadi bagian kelompoknya, dan masyarakat umum, yang pribadi, pikiran, dan hatinya sudah terpecah belah oleh kendaraan politik dan agama.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline