Delapan laga yang dihelat di pekan ke-4 Liga Fair Play (LFP) IJSL U-14, di Lapangan Ayo Arena, Sentul City, Bogor, Minggu, 26 Februari 2023, dapat tersaji dengan Fair Play (kesatria, jujur, wajar, dan adil).
Cumlaude dan KKM di LFP
Sebelum LFP IJSL U-14 di gelar, saya sudah siap membantu panitia, untuk mengawal kontestasi yang diikuti oleh 16 tim terpilih dan dipilih, dengan selalu membuat catatan pergerakan proses pendidikan fair play di LFP ini. Terlebih, LFP adalah wadah pertama di Indonesia yang langsung mengusung pendidikan, pelatihan, dan pembinaan fair play untuk semua pihak yang terlibat di dalamnya.
Harapannya, layaknya sebuah sekolah, usai LFP menuntaskan semua laga, maka semua pihak yang terlibat akan lulus dan diwisuda karena memperoleh nilai rapor yang sesuai standar, Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) layaknya di proses pendidikan di sekolah formal. (KKM) yang biasanya menjadi acuan untuk menentukan capaian belajar siswa sudah tercapai atau belum. Penggunaan KKM memang selalu dijadikan acuan yang diberikan di akhir semester untuk mengetahui apakah nilai yang diperoleh siswa sudah tuntas atau tidak.
Selain KKM, di akhir kompetisi, peserta juga dapat disematkan gelar Cumlaude Fair Play. Cumlaude adalah istilah dari bahasa latin yang memiliki arti pujian. Istilah ini diberikan saat proses mahasiswa menyelesaikan studi di sebuah perguruan tinggi.
Cumlaude dibedakan dalam tiga predikat, yaitu Cumlaude, Summa Cumlaude, dan Magna Cumlaude. Cumlaude didefinisikan sebagai "with praise" atau dengan kehormatan. Magna Cumlaude memiliki arti "With Great Praise" atau dengan kehormatan besar, dan Summa Cumlaude berarti "With Highest Praise" atau dengan kehormatan tertinggi.
Sebagai sebuah wadah yang mendidik, melatih, dan membina, langsung dalam praktik kompetisi, LFP akan dinyatakan berhasil bila setiap pihak berhasil lulus, mendapatkan nilai rapor yang sesuai KKM dan saat diwisuda mendapat Cumlaude Fair Play atau Summa Cumlaude Fair Play atau Magna Cumlaude Fair Play.
Ujung tombak-keteladanan fair play
Kunci dari mengapa, laga pekan ke-4 berjalan tertib, aman, dan sikap fair play sudah mulai nampak menjadi tradisi/budaya benar dan baik, tentu bukan hal semudah membalik telapak tangan. Pertanyaannya, siapa yang menjadi ujung tombak, keteladanan pendidikan fair play dalam LFP ini? Apakah para pengurus, tim pelatih, ofisial, orangtua, dan siswa/pemain, pendukung/penonton di setiap tim? Apakah dari perangkat pertandingan?
Bila dianalisis dari jalannya setiap laga di pekan ke-4, pertandingan berjalan tertib, lancar dan aman, adalah buah dari perbuatan para ujung tombak pendidikan fair play dari sebelum dan saat delapan laga tersaji. Siapa para ujung tombak keteladanan pendidikan fair play, yang berperan sangat-sangat vital. Sehingga semua pertandingan dapat dikategorikan sudah berjalan dengan standar fair play?
Saya pun dapat memberikan nilai fair play di pekan ke-4 dengan angka rapor=70. Masing-masing aspek dari pengertian dan pemahaman fair play mendapat poin yang sama. Kesatria=70, Jujur=70, Wajar=70, dan Adil=70. Artinya, bila dianalogikan sebagai sebuah proses pendidikan di sekolah formal, nilai rapor 70 sama dengan memenuhi KKM. Pasalnya, saya menentapkan sejak sebelum LFP digulirkan, nilai minimal lulus KKM adalah 70.