Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Mendidik Fair Play, Dimulai dari Ujung Tombaknya

Diperbarui: 23 Februari 2023   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW

Jelang pekan ke-4 Liga Fair Play (LFP) IJSL U-14, di Lapangan Ayo Arena, Sentul City, Bogor, Minggu, 25 Februari 2023, semoga semua laga akan dapat tersaji dengan Fair Play (kesatria, jujur, wajar, dan adil)

Kesatria, berani dalam hal kebenaran dan berani mengakui kesalahan. Jujur, tidak tidak culas, tidak berbuat manipulatif. Wajar, bersikap sesuai kondisi dan aturan, tidak melebihkan, tidak mengurangi. Dan adil, tidak berat sebelah, tidak mencari menang dan untung sendiri.

Itulah sekurangnya pemahaman di antara beribu pengertian tentang fair play yang di dalamnya ada sportivitas (kesatria dan jujur), serta fair play sendiri yang maknanya wajar dan adil.

Manusia atau orang yang dapat melakukan fair play, pastilah manusia/orang yang cerdas intelegensi (otak) dan cerdas personality (Kepribadian: attitude, emosi, etika, santun, rendah hati, tahu diri, dll)

Manusia/orang yang cerdas intelegensi dan personality, juga dapat dipastikan sebagai manusia/orang yang terdidik dengan benar dan baik di lingkungan keluarga, sekolah/kampus/tempat kerja dll, dan di tengah masyarakat.

Manusia/orang yang cerdas intelegensi dan personality, memiliki standar kecakapan, kompetensi dalam hal kognisi (otak), afektif (sikap-kepribadian), dan motorik (gerak langkah yang benar, baik, posotif). Mereka tentu tahu dan paham teori kognisi, afektif, dan motorik, maka mumpuni dalam mempraktikkan, mengaplikasikan, mengimplementasikan di dunia nyata, termasuk permainan sepak bola.

Manusia/orang yang paham teori tentang fair play, lalu cerdas karena terdidik dengan benar dan baik, tentu akan kompeten mempraktikkan, mengaplikasikan, mengimplementasikan perbuatan fair play dalam kehidupan nyata. Apalagi sekadar untuk permainan sepak bola.

Banyak yang bunuh diri

Dalam kontestasi Liga FP IJSL U-14, berdasarkan pengamatan saya hingga pekan ke-3, semisal dalam Grup LFP, ternyata memang masih banyak individu yang belum layak ikut bersanding di LFP.  Salah satu tolok ukurnya:

1. Sebelum LFP digulirkan, setiap tim tentu sudah mendapatkan Regulasi LFP dan apa itu Fair Play. Namun, praktiknya, sampai pekan ke-3 tindakan tidak fair play masih terjadi.

Sewajibnya, yang ada dalam WhasApp Grup (WAG) LFP, adalah pribadi yang sudah lulus tentang fair play baik secara teori mau pun praktik untuk dirinya. Menjadi ujung tombak untuk merasukkan fair play kepada bagian dari timnya (pengurus, pelatih, orangtua, siswa, dll).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline