Lihat ke Halaman Asli

Supartono JW

Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Antara Terdidik dan Belum Terdidik, Kontras di Stadion Kanjuruhan dan Etihad Stadium, Hasilnya Tragedi-Prestasi

Diperbarui: 3 Oktober 2022   08:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Supartono JW (SJW)


Cerdas intelegensi (otak)-personality (kepribadian), dekat sastra=berbudi. Paham sebab-konflik-akibat, maka produktif membuat  prestasi karena kaya hati, imajinasi, kreatif, dan penuh inovasi.

(Supartono JW.03102022)

Hanya berselang satu hari, ada kisah yang bertolak belakang di dunia sepak bola. Pada Sabtu, (1/19/2022) di Indonesia ada suporter yang memicu Tragedi Kanjuruhan.  Lalu, Minggu, (2/10/2022) di Inggris ada suporter sepak bola yang meninggalkan Stadion, meski babak pertama belum usai, sebab tim kesayangannya sudah kalah 0-4.

Ulah negatif dan positif

Cerita kekalahan tim kesayangannya dalam sepak bola yang selalu mengakibatkan adanya ulah suporter nyatanya selalu terjadi di laga sepak bola. Yaitu ulah yang negatif dan ulah yang positif. Dapat dipastikan, ulah negatif adalah produk kebodohan, ketidakcerdasan, atau kelicikan. Ulah positif cermin kecerdasan, karena kaya hati dan otak.

Karenanya, wajib menjadi pelajaran ketika kita membandingkan tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Indonesia dan Etihad Stadium, Manchester, Inggris, ada ulah suporter rendah intelegensi dan personality, ada ulah suporter cerdas intelegensi dan personality.

Pendidikan terpuruk, pendidikan maju

Ulah suporter Arema di Kanjuruhan yang tidak pernah didik oleh PSSI, dan dasarnya juga karena pendidikan Indonesia masih terpuruk, terus tercecer dari bangsa lain, karena pemerintah masih gagal mengentaskan pendidikan, hingga kecerdasan pun menjadi barang langka dan mahal di Republik ini, karena rakyatnya terpuruk dalam literasi, matematik, dan sains.

Ujungnya ada akibat tragedi, ratusan nyawa melayang. Karena tidak paham ulahnya selalu membuat sebab/masalah dan meningkat menjadi konflik.

Suporter Manchester United tertib meninggalkan Etihad Stadium saat babak pertama belum usai. (Sumber: Tribunnesw.com)

Berbeda dengan ulah suporter Manchester United, yang berakibat membuat prestasi. Pasalnya, pemerintah Inggris sudah mengentaskan pendidikan dan membuat rakyatnya cerdas, pendidikannya maju. Asosiasi Sepakbola Inggris (FA) pun sangat signifikan terbantu dalam kecerdasan suporter. Bahkan, Stadion-Stadion di Inggris pun sudah tidak perlu di pasang Pagar Pembatas Penonton. Sehingga, Stadion benar-benar menjadi tempat untuk memanusiakan manusia.

Manusia yang sesuai kodrat dan martabatnya, tidak, perlu dikerangkeng seperti binatang, padahal datang ke Stadion untuk menonton dan terhibur laga sepak bola.Tetapi faktanya, Stadion di Indonesia, termasuk Kanjuruhan adalah tetap menjadi tempat yang menakutkan, sebab, stadion dipasang Pagar Pembatas Penonton,  pun, suporter malah merusak dan tetap bisa meloncat dan terus bikin rusuh dan ricuh. Tragedi nyawa melayang pun harus terjadi, Pagar Pembatas Penonton malah jadi sebab suporter terkerangkeng gas air mata, nyawa melayang.

Kontras dengan suporter Manchester United yang malah torehkan prestasi.
Prestasinya adalah sikap rendah hati dan tahu diri,  meninggalkan Stadion saat tim kesayangannya kalah, di antaranya:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline